PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN
PENGERTIAN
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
Psikologi
perkembangan adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku individu dalam
perkembangannya dan latar belakang yang mempengaruhinya. Dalam ruang lingkup
psikologi, ilmu ini termasuk psikologi khusus, karena psikologi perkembangan
mempelajari kekhususan dari pada tingkah laku individu.
Ada
beberapa manfaat mempelajari Psikologi Perkembangan, diantaranya yaitu:
1) Untuk
mengetahui tingkah laku individu itu sesuai atau tidak
dengan tingkat usia/
perkembangannya.
2) Untuk
mengetahui tingkat kemampuan individu pada setiap
fase perkembangannya
3) Untuk
mengetahui kapan individu bisa diberi stimulus pada tingkat perkembangan
tertentu.
4) Agar dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang akan dihadapi anak.
5) Khusus
bagi guru, agar dapat memilih dan memberikan materi dan metode yang sesuai
dengan kebutuhan anak.
Pengertian
Psikologi Perkembangan Menurut para ahli, ada beberapa fase atau periodisasi
psikologi perkembangan individu, yaitu:
1. Periodisasi
yang berdasar biologis.
Periodisasi atau
pembagian masa-masa perkembangan ini didasarkan kepada keadaan atau proses
biologis tertentu. Pembagian Aristoteles didasarkan atas gejala pertumbuhan
jasmani yaitu antara fase satu dan fase kedua dibatasi oleh pergantian gigi,
antara fase kedua dengan fase ketiga ditandai dengan mulai bekerjanya kelenjar
kelengkapan kelamin. Fase-fase tersebut yaitu
a. Fase
anak sekolah: 7 – 14 th yaitu masa mulai bekerjanya kelenjar
kelengkapan kelamin,
b. Fase remaja : 14 – 21 th
2. Periodisasi
yang berdasar psikologis.
Tokoh utama yang
mendasarkan periodisasi ini kepada keadaan psikologis adalah Oswald Kroch.
Beliau menjadikan masa-masa kegoncangan sebagai dasar pembagian masa-masa
psikologi perkembangan, karena beliau yakin bahwa masa kegoncangan inilah yang
merupakan keadaan psikologis yang khas dan dialami oleh setiap anak dalam masa
perkembangannya.
Fase-fase tersebut yaitu:
a) Dari
lahir sampai masa “trotz”( kegoncangan) pertama: kanak-
kanak awal.
b) Trotz pertama sampai trotz kedua : masa
keserasian bersekolah.
c) Trotz kedua sampai akhir remaja: masa
kematangan
3. Periodisasi
yang berdasar didaktis.
Pembagian masa-masa
perkembangan sekarang ini seperti yang dikemukakan oleh Harvey A. Tilker, PhD
dalam “Developmental Psycology to day”(1975) dan Elizabeth B. Hurlock dalam
“Developmental Psycology”(1980) tampak sudah lengkap mencakup sepanjang hidup
manusia sesuai dengan hakikat perkembangan manusia yang berlangsung sejak konsepsi
sampai mati dengan pembagian periodisasinya.
Berikut
periodisasi berdasarkan didaktis menurut Elizabeth B. Hurlock :
a) Masa
sebelum lahir (pranatal): 9 bulan
b) Masa
bayi baru lahir (new born): 0-2 minggu
c) Masa
bayi (babyhood): 2 minggu- 2 th
d) Masa
kanak-kanak awal (early childhood):2-6 th
e) Masa
kanak-kanak akhir (later chilhood): 6-12 th
f) Masa
puber (puberty) 11/12 – 15/16 th
g) Masa
remaja ( adolesence) : 15/16 – 21 th
h) Masa
dewasa awal (early adulthood) : 21-40 th
i)
Masa dewasa
madya(middle adulthood): 40-60 th
j)
Masa usia lanjut (later
adulthood) : 60-…..
TUJUAN PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN
Menurut Mussen, Conger dan Kagan (1969) dewasa ini psikologi
perkembangan lebih menitik beratkan pada usaha-usaha mengetahui sebab-sebab
yang melandasi terjadinya pertumbuhan dan perkembangan manusia, sehingga
menimbulkan perubahan-perubahan. oleh sebab itu tujuan psikologi perkembangan
meliputi :
1. Memberikan,
Mengukur dan menerangkan perubahan dalam tingkah laku serta kemampuan yang
sedang berkembang sesuai dengan tingkat umur dan yang mempunyai ciri-ciri
universal, dalam arti yang berlaku bagi anak-anak dimana saja dan dalam
lingkungan sosial budaya mana saja.
2. Mempelajari
perbedaan-perbedaan yang bersifat pribadi pada tahapan atau masa perkembangan
tertentu.
3. Mempelajari
tingkah laku anak pada lingkungan tertentu yang menimbulkan reaksi yang
berbeda.
4. Mempelajari
penyimpangan dari tingkah laku yang dialami seseorang, seperti
kenakalan-kenakalan, kelainan-kelainan dalam fungsionalitas inteleknya, dan
lain-lain
Sementara
itu menurut Elizabeth B.Hurlock (1980) menyebutkan 6 tujuan psikologi
perkembangan dewasa ini, yaitu :
1.
Menemukan
perubahan-perubahan apakah yang terjadi pada usia yang umum dan yang khas dalam
penampilan, prilaku, minat, dan tujuan dari masing-masing periode perkembangan.
2.
Menemukan kapan
perubahan-perubahan itu terjadi.
3.
Menemukan sebab-sebabnya.
4.
Menemukan bagaimana
perubahan itu mempengaruhi prilaku.
5.
Menemukan dapat atau tidaknya
perubahan-perubahan itu diramalkan.
6.
Menemukan apakah
perubahan itu bersifat individual atau universal.
RUANG
LINGKUP PSIKOLOGI
Ditinjau
dari segi obyeknya psikologi dapat dibedakan dalam dua golongan yang besar
yaitu :
1. Psikologi
khusus ialah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari segi-segi kekhususan
dari aktifitas psikis manusia
2. Psikologi
Perkembanganyaitu psikologi yang membicarakan perkembangan psikis manusia dari
:
a. Psikologi
Sosial
Yaitu psikologi yang khusus
membicarakan tentang tingkah laku atau aktifitas-aktifitas manusia hubungannya
dengan situasi sosial.
b. Psikologi
Pendidikan
Yaitu psikologi yang menguraikan
kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi pendidikan.
Misalnya, bagaimana dalam menarik perhatian agar dapat dengan mudah diterima.
c. Psikologi
Kepribadian dan Tifologi
Yaitu psikologi yang khusus menguraikan
tentang struktur pribadi manusia,mengenai tipe-tipe kepribadian manusia.
d. Psikopatologi
Yaitu psikologi yang khusus
menguraikan mengenai keadaan psikis yang tidak normal.(abnormal).
e. Psikologi
kriminil
Yaitu psikologi yang khusus
berhubungan dengan soal kejahatan atau kriminalitas.
f. Psikologi
perusahaan
Yaitu psikologi yang khusus
berhubungan dengan soal-soal perusahaan.
Jadi
dalam mempelajari psikologi ini, kita akan membatasi diri pada tingkah laku
manusia, karena manusia adalah makhluk Tuhan yang tertinggi derajatnya diantara
makhluk yang lain di alam ini.
PRINSIP-PRINSIP
PERKEMBANGAN
Pengertian
perkembangan berbeda dengan pertumbuhan, meskipun keduanya tidak berdiri
sendiri. pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yaitu peningkatan ukuran
dan struktur. Tidak saja anak menjadi lebih besar secara fisik, tetapi ukuran
dan struktur organ dalam otak meningkat. Akibat adanya pertumbuhan otak anak
memiliki kemampuan yang lebih besar untuk belajar, mengingat, dan berpikir.
Sedangkan perkembangan berkaitan dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif
yang merupakan deretan progresif dari perubahan yang teratur dan koheren.
Progresif menandai bahwa perubahannya terarah, membimbing mereka maju dan bukan
mundur. Teratur dan koheren menunjukkan adanya hubungan nyata antara perubahan
yang sebelumnya dan sesudahnya.
Pada
pembahasan ini akan diterangkan 6 prinsip perkembangan menurut Hurlock (1991).
Prinsip-prinsip ini merupakan ciri mutlak dari pertumbuhan dan perkembangan
yang dialami oleh seorang anak, kesepuluh prinsip tersebut adalah :
a. Adanya
perubahan. Manusia tidak pernah dalam keadaan statis dia akan selalu berubah
dan mengalami perubahan mulai pertama pembuahan hingga kematian tiba. Perubahan
tersebut bisa menanjak, kemudian berada di titik puncak kemudian mengalami
kemunduran.
Selama proses
perkembangan seorang anak ada beberapa ciri perubahan yang mencolok, yaitu ;
·
Perubahan ukuran,
Perubahan fisik yang meliputi : tinggi, berat, organ dalam tubuh, perubahan
mental. Perubahan mental meliputi : memori, penalaran, persepsi, dan imajinasi.
·
Perubahan proporsi,
Misalnya perubahan perbandingan antara kepala dan tubuh pada seorang anak.
·
Hilangnya ciri lama,
Misalnya ciri egosentrisme yang hilang dengan sendirinya berganti dengan sikap
prososial.
·
Mendapatkan ciri baru,
Hilangnya sikap egosentrisme anak akan mendapatkan ciri yang baru yaitu sikap
prososial.
b. Perkembangan
awal lebih kritis daripada perkembangan selanjutnya.
Lingkungan
tempat anak menghabiskan masa kecilnya akan sangat berpengaruh kuat terhadap
kemampuan bawaan mereka. Bukti-bukti ilmiah telah menunjukkan bahwa dasar awal
cenderung bertahan dan mempengaruhi sikap dari perilaku anak sepanjang
hidupnya, terdapat 4 bukti yang membenarkan pendapat ini.
1. Hasil
belajar dan pengalaman merupakan hal yang dominan dalam perkembangan anak
2. Dasar
awal cepat menjadi pola kebiasaan, hal ini tentunya akan berpengaruh sepanjang
hidup dalam penyesuaian sosial dan pribadi anak
3. Dasar
awal sangat sulit berubah meskipun hal tersebut salah
4. Semakin
dini sebuah perubahan dilakukan maka semakin mudah bagi seorang anak untuk
mengadakan perubahan bagi dirinya.
c. Perkembangan
merupakan hasil proses kematangan dan belajar
Perkembangan
seorang anak akan sangat diperngaruhi oleh proses kematangan yaitu terbukanya
karateristik yang secara potensial sudah ada pada individu yang berasal dari
warisan genetik individu. Seperti misalnya dalam fungsi filogentik yaitu
mmerangkak, duduk kemudian berjalan. Sedangkan arti belajar adalah perkembangan
yang berasal dari latihan dan usaha. Melalui belajar ini anak memperoleh
kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan. Hubugan antara kematangan dan
hasil belajar ini bisa dicontohkan pada saat terjadinya masa peka pada seorang
anak, bila pembelajaran itu diberikan pada saat masa pekanya maka hasil dari
pembelajaran tersebut akan cepat dikuasai oleh anak, demikian pula sebaliknya.
d. Pola
perkembangan dapat diramalkan
Dalam
perkembangan motorik akan mengikuti hukum chepalocaudal yaitu perkembangan yang
menyebar keseluruh tubuh dari kepala ke kaki ini berarti bahwa kemajuan dalam
struktur dan fungsi pertama-tama terjadi di bagian kepala kemudian badan dan
terakhir kaki. Hukum yang kedua yaitu proxmodistal perkembangan dari yang dekat
ke yang jauh. Kemampuan jari-jemari seorang anak akan didahului oleh
ketrampilan lengan terlebih dahulu.
e. Pola
perkembangan mempunyai karateristik yang dapat diramalkan
Karateristik
tertentu dalam perkembangan juga dapat diramalkan, ini berlaku baik untuk
perkembangan fisik maupun mental. Semua anak mengikuti pola perkembangan yang
sama dari satu tahap menuju tahap berikutnya. Bayi berdiri sebelum dapat
berjalan. Menggambar lingkaran sebelum dapat menggambar segi empat. Pola
perkembangan ini tidak akan berubah sekalipun terdapat variasi individu dalam
kecepatan perkembangan.
Pada anak yang
pandai dan tidak pandai akan mengikuti urutan perkembangan yang sama seperti
anak yang memiliki kecerdasan rata-rata. Namun ada perbedaan mereka yang pandai
akan lebih cepat dalam perkembangannya dibandingkan dengan yg memiliki kecerdasan
rata-rata, sedangkan anak yang bodoh akan berkembang lebih lambat.
Perkembangan
bergerak dari tanggapan yang umum menuju tanggapan yang lebih khusus. Misalnya
seorang bayi akan mengacak-acak mainan sebelum dia mampu melakukan permainan
itu dengan jari-jarinya. Demikian juga dengan perkembangan emosi, anak akan
merespon ketekutan secara umum pada suatu hal yang baru namun selanjutnya akan
merepon ketakutan secara khusus pada hal yang baru tersebut.
Perkembangan
berlangsung secara berkesinambungan sejak dari pembuahan hingga kematian, namun
hal ini terjadi dalam berbagai kecepatan, kadang lambat tapi kadang cepat.
Perbedaan kecepatan perkembangan ini terjadi pada setiap bidang perkembangan
dan akan mencapai puncaknya pada usia tertentu. Seperti imajinasi kreatif akan
menonjol di masa kanak-kanak dan mencapai puncaknya pada masa remaja.
Berkesinambungan memiliki arti bahwa setiap periode perkembangan akan
berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya.
f. Terdapat
perbedaan individu dalam perkembangan
Walaupun pola
perkembangan sama bagi semua anak, setiap anak akan megikuti pola yang dapat
diramalkan dengan cara dan kecepatanya sendiri. Beberapa anak berkembang dengan
lancar, bertahap langkah demi langkah, sedangkan lain bergerak dengan kecepatan
yang melonjak, dan pada anak lain terjadi penyimpangan. Perbedaan ini
disebabkan karena setiap orang memiliki unsur biologis dan genetik yang
berbeda. Kemudian juga faktor lingkungan yang turut memberikan kontribusi
terhadap perkembangan seorang anak. Misalnya perkembangan kecerdasan
dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti kemampuan bawaan, suasana emosional,
apakah seorang anak didorong untuk melakukan kegiatan intelektual atau tidak.
Dan apakah dia diberi kesempatan untuk belajar atau tidak.
Selain itu
meskipun kecepatan perkembangan anak berbeda tapi pola perkembangan tersebut
memiliki konsistensi perkembangan tertentu. Pada anak yang memiliki kecerdasan
rata-rata akan cenderung memiliki kecerdasan yang rata-rata pula ketika
menginjak tahap perkembangan berikutnya.
Perbedaan
perkembangan pada tiap individu mengindikasikan pada guru, orang tua, atau
pengasuh untuk menyadari perbedaan tiap anak yang diasuhnya sehingga kemampuan
yang diharapkan dari tiap anak seharusnya juga berbeda. Demikian pula
pendidikan yang diberikan harus bersifat perseorangan.
g. Setiap
tahap perkembangan memiliki bahaya yang potensial
Pola
perkembangan tidak selamanya berjalan mulus, pada setiap usia mengandung bahaya
yang dapat mengganggu pola normal yang berlaku. Beberapa hal yang dapat menyebabkan
antara lain dari lingkungan anak itu sendiri. Bahaya ini dapat mengakibatkan
terganggunya penyesuaian fisik, psikologis dan sosial. Sehingga pola
perkembangan anak tidak menaik tapi datar artinya tidak ada peningkatan
perkembangan. Dan dapat dikatakan bahwa anak sedang mengalami gangguan
penyesuaian yang buruk atau ketidakmatangan.
Peringatan awal
adanya hambatan atau berhentinya perkembangan tersebut merupakan hal yang
penting karena memungkinkan pengasuh (Orangtua, guru dll) untuk segera mencari penyebab
dan memberikan stimulasi yang sesuai.
1.
SEJARAH PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN
Dalam
mempelajari secara psikologi perkembangan dapat dilihat dari 3 periode yaitu :
a. Minat
awal mempelajari perkembangan anak
Sebelum mempelajari
psikologi pekembangan, perhatian berawal pada pemahaman yang mendalam pada
anak-anak. Dasar pemikiran merujuk bahwa penelitian dan buku-buku tentang anak
sedikit sekali, pemahaman terhadap seluk beluk kehidupan anak sangat bergantung
pada keyakinan dan trandisional yang bersumber pada spekulasi para filosof dan
teolog tentang anak dan latar belakang perkembangannya, serta pengaruh
keterunan dan lingkungan terhadap kejiwaan anak. Oleh karena itu salah seorang
filosof Plato mengatakan bahwa perbedaan-perbedaan individual mempunyai dasar
genetis. Potensi idividu dikatakan sudah ditentukan oleh faktor keturunan.
Artinya sejak lahir anak telah memiliki bakat-bakat atau benih-benih kemampuan
yang dapat dikembangkan melalui pengasuhan dan pendidikan.
Walaupun plato tidak
dapat memberikan bukti langsung dalam menunjang spekulasinya, namun tampak
jelas bahwa menurunnya anak merupakan miniatur orang dewasa. Anggapan ini
tampak bahwa semua keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan yang tampil
dikemudian hari setelah dewasa merupakan bawaan sejak lahir (innate ideas),
pendidikan tidak lain hanyalah upaya untuk menarik potensi ke luar, namun tidak
menambahkan sesuatu yang baru. Perkembangan dianggap sebagai suatu pertumbuhan
semata. Jadi anak merupakan miniatur orang dewasa mengandung arti bahwa anak
berbeda secara kuantitatif dengan orang dewasa bukan secara kualitatif.
Pada abad pertengahan,
masyarakat tidak memberikan status apapun kepada anak-anak, bahkan lukisan kuno
proporti tubuh anak-anak sering digambarkan sama dengan proporsi tubuh orang
dewasa. Anak-anak diberi pakaian model pakaian orang dewasa dalam ukuran kecil.
Segera setelah anak dapat berjalan dan berbicara, mereka bergabung dengan orang
dewasa sebagai anggota masyarakat, memainkan permainan dan mengerjakan
tugas-tugas yang sama dengan orang dewasa.
Anggapan terhadap anak
sebagai miniatur orang desawa ternyata membawa implikasi penting dalam dunia
pendidikan. Proses-proses yang mendasari cara berpikir dan berbuat anak dianggap
sama seperti orang dewasa. Apabila anak berpikir dan melakukan perbuatan yang
menyimpang dari standar orang dewasa, anak dianggap bodoh atau tolol dan
apabila anak-anak melanggar norma-norma sosial dan moral, dianggap berbuat
jahat dan harus diberkan hukuman seperti orang dewasa.
Pada abad ke 17,
seorang filosof Inggris John Locke (1632-1704) menyatakan bahwa pengalaman dan
pendidikan adalah faktor yang paling menentukan dalam perkembangan anak, dia
tidak mengakui adanya kemampuan bawaan (innate knowledge) Menurut Locke, isi
kejiwaan anak ketika dilahirkan diibaratkan secarik kertas kosong, dimana corak
dan bentuk kertas tersebut sangat ditentukan bagaimana cara kertas itu
ditulisi, Locke memberi istilah Tabula Rasa (Blank Slate), mengungkapkan pentingnya
pengaruh pengalaman dan lingkungan hidup terhadap perkembangan anak. Jean
Jaccques Rousseau (1712-1778) filosof Perancis abad ke 18 berpandangan bahwa
anak berbeda secara kualitatif dengan orang dewasa. Rousseau menolak pandangan
bahwa bayi adalah makhluk pasif yang perkembangannya ditentukan oleh
pengalaman, dan menolak anggapan bahwa anak merupakan orang dewasa yang tidak
lengkap dan memperoleh pengetahuan melalui cara berpikir orang dewasa.
Sebaliknya Rousseau beranggapan bahwa sejak lahir anak adalah makhluk aktif dan
suka bereksplorasi. Oleh karena itu anak harus dibiarkan untuk memperoleh
pengetahuan dengan caranya sendiri melalui interaksinya dengan lingkungan.
Rousseau dalam bukunya
Emile ou L’education (1762), menolak, pandangan bahwa anak memiliki sifat
bawaan yang buruk (innate bad), dia menegaskan bahwa “All thinhs are good as
they come out of the hand of their creator, but everything degenates in the
hand of man” artinya segala-galanya adalah baik sebagaimana ke luar dari tangan
sang pencipta, segala-galanya memburuk dalam tangan manusia. Pandangan ini
dikenal dengan Noble Savage, ungkapan ini mengandung arti bahwa anak ketika
lahir sudah membawa segi-segi moral (hal-hal yang baik dan buruk, benar dan
salah yang dapat berkembang secara alami dengan baik), jika kemudian terdapat
penyimpangan dan keburukan, hal itu dikarenakan pengaruh lingkungan dan
pendidikan.
b. Dasar-Dasar Pembentukan Psikologi Perkembangan
secara Ilmiah
Pandangan Plato, Locke,
dn Rousseau pada dasarnya bersifat spekulatif, walaupun pada abad ke 18 telah
ada penelitian-penelitan tentang anak seperti Johan Heinrich Pestalozzi
(1946-1827) ahli pendidikan dari Swiss, Dietrich Tiedemen (1787) Tabib dari
Jerman, namun penelitian yang sungguh-sungguh terhadap perkembangan anak-anak
baru dimulai pada abad ke 19 yang dipelopori oleh Charles Darwub dab Wilhem
Wundt
a) Pengaruh
Charles Darwin (1809-1882)
Ilmuan dari
inggris yang terkenal dengan teori evolusinya ini, mempublikasikan lewat Origin
of The Species (1859) dan Descent of Man (1871), karyanya ini merangsang untuk
melakukan observasi terhadap perkembangan anak. Darwin menyatakan bahwa anak
merupakan sumber yang kaya informasi tentang sifat dan ciri-ciri manusia,
dengan mempelajari tingkah laku dan perkembangan anak, kita bisa mengetahui
asal-usul manusia. Hal ini berhubungan dengan teori evolusinya mengenai
pekembangan hewan dan manusia.
Pandangan
biologis Darwin menganggap perkembangan sebagai pembukaan kemampuan dan
ciri-ciri yang telah terprogram secara genetik. Pandangan ini kemudian menjadi
landasan bagi Psikolog Perkembangan seperti Stanley Hall dengan “perkembangan
mengakhiri evolusi”, Sigmun Freud dengan “Tahap-tahap perkembangan
seksualitas”, Arnold Gesselold dengan “Jadwal tetap pertumbuhan”, John Bowlby
Chomsky dengan “Kemampuan berbahasa yang dibawa sejak lahir” serta riset
“perkembangan biologi syaraf” yang meneruskan tradisi Darwin.
b) Pengaruh
Wilhem Wundt (1832-1920)
Peristiwa
penting abad ke 19 menjadi dasar tumbuhnya Psikologi sebagai disiplin yang
berdiri sendiri, ditandai dengan didirikannya laboratorium psikologi pertama
oleh Wilhelm Wundt (1879) di Leipzzing. Wundt beranggapan bahwa eksperimen
memiliki arti penting bagi psikologi, dia memberi dasar pada Psikologi
Esperimental. Menurut Wundt eksperimen dapat membuktikan wilayah pengamatan
dari tanggapan.
Pandangan Wundt
dan Darwin berpengaruh pada G Stanley Hall (1846-1924) murid Wundt di
Leipzzing, Stanley mengambil dari Darwin adalah “tentang adanya rekapitulasi
dalam perkembangan manusia” menurutnya, perkembangan individu perefleksikan
perkembangan species yang berarti bahwa adanya pengulangan (rekapitulasi) dari
perkembangan species yang meliputi beberapa tingkatan evolusi. Wundt memperluas
konsep rekapitulasi yang meliputi perkembangan kebudayaan, biologis manusia. Oleh
karena itu Stanley terkenal dengan “Recapitulations Theory” yang berangapan
bahwa “Pentahapan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui anak
ke arah kematangan adalah pengulangan secara filogenetis sejarah perkembangan
manusia”.
Selanjutnya Hall
dan muridnya Clark, berusaha untuk mengetahui stuktur pikiran anak-anak dengan
melakukan penelitian tentang permainan anak dan isi pikiran anak di Universitas
Massachusetts. Mereka mengumpulkan data tentang perkembangan anak-anak, remaja,
orang tua, dan guru dengan sampel yang cukup besar. Penelitian ini dianggap
permulaan studi sistematik dan metodologik terhadap anak-anak di amerika.
c. Muculnya Studi Psikologi Perkembangan Modern
Pada abad ke 20 studi
sistematis tentang perkembangan anak semakin berkembang secara signifikan.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yang lebih ditekankan pada
ciri-ciri khas secara umum, golongan umur, dan masa depan perkembangan
tertentu. Predisposisi mendeskripsikan gejala perkembangan manusia secara
mendetail adalah penting dalam perkembangan disiplin ilmu. Oleh karena itu
untuk perkembangan pemahaman tentang perkembangan anak, diperlukan prinsip
teoritis sebagai dasar observasi yang tidak hanya sekerdar mendeskripsikan.
Pada pertengahan abad 20, J.B. Watson (Behaviorism Theory), memperkenalkan
prinsip-prinsip “Classical Conditioning” menjelaskan perkembangan tingkah laku,
menurutnya prinsip-prinsip belajar dan prinsip conditioning dapat diterpakan
pada semua perkembangan.
Karya Watson membawa
perkembangan pada teori psikologi perkembangan, meskipun menimbulkan
pertentangan seperti Sigmun Freud dengan teori psikoanalisisnya, dan inilah
yang menyebabkan berkurangnya minat terhadap psikologi perkembangan, namon
setidaknya ada 3 faktor yang mendorong pengaktifan kembali psikologi
perkembangan memasuki periode baru dalam bidang studi perkembangan, yaitu :
v Terjadinya
perubahan orientasi dalam riset-riset psikologi perkembangan hingga menjadi
bersifat eksperimental dengan pengukuran dan pengontrolan eksperimen yang terbukti
sangat berhasil digunakan dalam proses eksperimen umum.
v Ditemukan
Kembali hasil karya J. Piaget (Swiss) mengenai teori kognisi yang beranggapan
bahwa perkembangan ditentukan oleh pengaruh lingkungan dan perkembangan
individu terjadi sebagai hasil interaksi yang konstan antara individu dengan
tuntutan lingkungan.
v Adanya
minat baru terhadap asal mula tingkah laku (Origin of Behavior), ditandai
dengan meningkatnya riset terhadap bayi-bayi. Peningkatan ini didorong dengan
adanya alat-alat modern dan teknik pencatatan (recording) yang makin baik.
METODE PENELITIAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
Dalam
tulisan ini mengenai metode hanya dimaksudkan untuk memberikan sekedar
pengertian bagaimana para psikolog perkembangan melakukan tugas mereka.
Beberapa metode dimaksudkan untuk memberikan lebih banyak pengertian akan
gejala perkembangan, beberapa metode lain lagi memberikan pengertian bagaimana
cara mengatasi hambtan dalam proses perkembangan. Dapat pula dibedakan antara
pendekatan yang lebih umum dan metode yang lebih spesifik. Pendekatan yang
lebih umum memberikan pengertian akan keseluruhan proses perkembangan atau
beberapa aspeknya, misalnya perkembangan intelektual, atau pengertian akan
factor endogen dan eksogen bagi perkembangan seseorang.
Termasuk
metode yang lebih spesifik adalah cara-cara khusus yang dipakai untuk
mengetahui gejala perkembangan yang sedang timbul. Berikut penjelasannnya :
A. Metode
yang umum :
Metode yang
lebih umum mengandung dua pengertian, yaitu :memberikan lebih banyak data
mengenai keseluruhan perkembangan atau beberapa aspeknya, dan meninjau pengaruh
factor endogen (bawaan) atau eksogen (lingkungan, khususnya kebdayaan) bagi
perkembangan seseorang. Yang dimana metode umum ini terdapat 4 metode, yaitu :
v Metode
Kros-seksional
v Metode
Longitudinal
v Metode
Sekuensial
v Metode
Kros-budaya
a. Metode
Kros-seksional/Metode Transversal
Metode kros seksional
adalah suatu pendekatan yang dipergunakan untuk melakukan penelitian beberapa
kelompok anak dalam jangka waktu yang relative singkat. Atau metode kros-seksional
diselidiki orang-orang atau kelompok orang dan tingkatan usia yang
berbeda-beda. Dengan mengambil kelompok orang dari tingkatan umur yang
berurutanakhirnya dapat diketemukan gambaran mengenai proses perkembangan satu
atau beberapa aspek kepribadian seseotang.
b. Metode
Longitudinal
Metode Longitudinal
adalah pendekatan dalam penelitian yang dilakukan dengan cara menyelidiki anak
dalam jangka waktu yang lama. Dengan pendekatan ini biasanya diteliti beberapa
aspek tingkah laku pada satu atau dua orang yang sama dalam waktu beberapa
tahun. Dengan begitu akan memperoleh gambaran aspek perkembangan secara
menyeluruh.
c. Metode
Sekuensial
Mertode sekuensial ini
merupakan kombinasi dari metode kros-seksional/tranversal dan metode
longitudinal. Dalam banyak hal, pendekatan ini mulai dengan studi
kros-seksional yang mencakup individu dari usia yang berbeda. Berbulan-bulan
atau betahun-tahun setelah pengukuran awal, individu yang sama diuji lagi (ini
merupakan aspek longitudinal dari rancangan). Pada waktu selanjutnya,
sekelompok subjek baru diukur pada masing-masing tingkat usia. Kelompok baru
pada masing-masing tingkat ditambahkan pada waktu berikutnya 7untuk mengontrol
perubahan yang (gugur) dari studi, pengujian ulang mungkin telah meningkat
kinerja mereka.
d. Metode
Cross-Cultural/Pendekatan Lintas Budaya
Metode Cross-Cultural
adalah suatu pendekatan dalam penelitian yang mempertimbangkan factor-faktor
lingkungan atau kebudayaan yang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Pendekatan
ini banyak digunakan uttuk mengetahui perbedaan-perbedaan atau
persamaan-persamaan perkembangan anak pada beberapa laatar belakang kebudayaan
yang berbeda-beda. Hal ini adalah karena dengan pendekatan ini dapat diperoleh
pengertian yang lebih mendalam tentang proses perkembangan sesorang. Melalui
pendekatan ini bisa dijelaskan hipotesa-hipotesa yang ada melalui factor-faktor
yang diperoleh.
B. Metode
yang spesifik :
Metode
yang spesifik adalah cara-cara khusus yang digunakan untuk mengetahui gejala
perkembangan yang sedang timbul. Di antara metode yang spesifik yang digunakan
dalam psikologi perkembangan adalah :
a. Metode
Observasi
Metode obsservasi
adalah sutau cara yang digunakan untuk mengamati semua tingkah laku yang
terlihat pada suatu jangka waktu tertentu ataubpada suatu tahapan perkembangan
tertentu. Atau bisa dikatakan juga bahwa metode observasi adalah kegiatan
mengenali tingkah laku individu yang biasanya akan diakhiri dengan mencatat
hal-hal yang dipandang penting sebagai penunjang informasi mengenai klien. Atau,
metode observasi adalah metode serba sengaja dan sistematis mengamati aktivitas
individu lain. Metode observasi ini dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
1. Observasi
Alami (Natural Observation)
Observasi alami adalah
pencatatan data mengenai tingkah laku yang terjadi sehari-hari secara
alamiah/wajar. Jadi dalam observasi alami peneliti melakukan semua pencatatan
terhadap kehidupan anak tanpa mengubah suasana atau mengontrol dalam
situasi-situasi yang direncanakan. Atau bisa dikatakan sebagai metode observasi
non partsipan yang dimana peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan yang
dilakukan oleh yang diobservasi. Jadi peneliti hanya sebagai penonton saja. Kalau
dalam psikodiagnostik terkenal dengan istilah observasi medan atau alamiah
(field setting), yaitu observasi di lapangan atau kancah atau di tempat yang
sesugguhnya.
2. Observasi
Terkontrol (Controlled Observation)
Observasi terkontrol
dilakukan bilamana lingkungan tempat anak berada diubah sedemikian rupa sesuai
dengan tujuan peneliti, sehingga bermacam-macam reaksi atau tingkah laku anak
diharapkan akan timbul. Atau bisa disebut sebagai observasi laboratories
(laboratory setting), yakni observasi dengan situasi laboratorium, sehingga
situasinya dapat dikendalikan sepenuhnya oleh observer. Metode ini dianggap lebih
objektif dan hasilnya lebih akurat, karena itu observasi terkontrol dapat
dilakukan dengan tujuan eksperimental dengan pendekatan dan metode yang sesuai
dengan lapangan psikologi eksperimental.
b. Metode
Eksperimen
Penelitian terhadap
anak tidak mudah dilakukan. Alasan pertama karena anak-anak sangat sugestibel
dan selalu berusaha menyenangkan hati sipenanya. Alasan kedua karena sukar
untuk mengetahui dengan jelas apa yang dimaksud oleh anak itu. Metode
eksperimen adalah metode penelitian dalam psikologi perkembangan dengan
melakukan kegiatan-kegiatan percobaan pada anak. Pengunaan eksperimen terhdap
anak-anak hanya terbatas pada penyelidikan yang dapat diamati dengan alat
indera karena gejala-gejala jiwa yang bersifat ruhaniah masih sangat
samar-samar.
c. Metode
Klinis
Metode klinis adalah
suatu metode penelitian yang khusus ditujukan untuk anak-anak, dengan cara
mengamati, mengajak bercakap-cakap dan tanya jawab. Penggunaan metode klini
merupakan pengganbungan eksperimen dan observasi. Pelaksanaannya dilakukan
dengan cara mengamati atas pertimbangan bahwa anak itu belum mampu
memngungkapkan isi pikiran dan perasaan dengan bahasa yang lancer. Prof. Jean
Piaget, seorang ilmuwan berasal dari perancis, menggunakan metode klinis untuk
meneliti cara berpikir dan perkembangan bahasa anak-anak. Metode observasi,
eksperimen, klinis termasuk metode langsung karena metode itu dapat lansung
memperoleh inromasi dan data-data dari sumbernya.
d. Metode
Test
Metode Test adalah
metode yang digunakan untuk mengadakan pengukuran tertentu tertentu terhadap
objeknya. Test merupakan instrument penting dalam psikologi kontenpore, yang
digunakan untuk mengukur segala jenis kemampuan, minat, sikap, dan hasil kerja.
Dalam hal ini, para peneliti biasanya menggunakan tes-tes psikolkogi yang sudah
distandardisasi. Atau bisa dikatakan bahwa test adalah pertanyaan-pertanyaan
yang harus dijawab atau perintah-perintah yang harus dijalankan, yang
berdasarkan atas bagaimana testee menjawab pertanyaan-pertanyaan atau melakukan
perintah-perintah itu penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara
membandingkannya dengan standart atau testee yang lainnya.
e. Metode
Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan angket ini kami bagi dalam tiga bagian, diantaranya yaitu :
1. Metode
Angket
Angket adalah daftar
pertanyaan yang harus dijawab atau daftar isian yang harus diisi berdasarkan
kepada sejumlah subjek. dan berdasar atas jawaban dan atau isian penyelidik
mengambil kesimpulan mengenai subjek yang diselidiki. Bentuk angket dapat pula
dipakai untuk menguji suaqtu hipotesis. Bentuk angket berupa daftar pertanyaan
yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data-data dan informasi dari
objek yang dipelajari.
2. Metode
Bigrafi
Secara etimologis
metode biografis adalah metode yang menggunakan bahan-bahan yang berwujud tulisan
mengenai kehidupan subjek yang diselidiki baik tulisan itu dibuat oleh subjek
sendiri mupun oleh orang lain. Biografi, yakni tulisan mengenai peri kehidupan
yang dibuat oleh orang lain sering sangat bermanfaat dalam pengungkapan
kepribadian sesorang hanya saja kiranya mudah dimengerti nahwa tulisan ini
sanggat dipengaruhi oleh sikap dan penilaian penulis terhadap orang yang
ditulis biografinya. Jika menganalisis biografi/otobiografi perlu memperhatikan
bahwa tidak semua subjek bertindak dan menulis secara jujur mengenai dirinya.
Ada subjek dengan sengaja menutupi kelemahan dirinya. Untuk hal ini diperlukan
penelusuran yang sangat hati-hati agar diperoleh data yang akurat dan jujur.
3. Buku
Harian (diary).
Buku harian ditulis
oleh seseorang, biasanya berisikan hal-hal yang bersifat pribadi dan biasanya
yang dianggap rahasia oleh yang bersangkutanBiasanya, diary dipakai sebagai
tempat pencurahan hal-hal yang positif dan negative serta tempat untuk
mengemukakan pandangan-pandangan. Biasanya anak pubertas suka menulis buku
harian. Buku itu sangat bermanfaat untuk mengungkapkan kejiwaan. Buku harian
yang dibuat anak di masa pubertasnya harus hati-hati mempelajarinya. Alasan
pertama karena tidak memberikan kesan-kesan yang umum. Kedua, karena hanya
sedikit anak-anak yang suka membuat buku harian dalam jangka waktu yang lama.
Alasan lainnya, kalangan tertentu tidak menulis buku hariannya dengan teratur
dan sistematis sehingga tidak mungkin menjadikan buku harian itu sebagai
pedoman untuk memahami keadaan remaja. Justru karena isinya yang demikian
itulah maka buku harian dapat merupakan sumber data yang sangat berharga untuk
keperluan penyelidikan psikologis. Hanya saja harus pula diingat bahwa buku
harian itu belum tentu memberi gambaran yang jujur mengenai penulisnya.
KODE ETIK DALAM PENELITIAN
Salah
satu ujung tombak penelitian adalah pengumpulan data. Data yang telah
dikumpulkan tersebut kemudian akan diolah. Setelah dilakukan interpretasi data,
maka akan terjawab pertanyaan penelitiannya. Dalam penelitian terdapat subjek
penelitian. Dari subjek penelitian ini akan diketahui data yang dicari. Subjek
penelitian bisa manusia, binatang ataupun benda-benda lain. Penelitian pada
manusia biasanya menggunakan metode penelitian eksperimental maupun
observational. Penelitian dengan subjek manusia ini tentu akan menyinggung
masalah hak asasi manusia. permasalahan hak asasi manusia inilah yang
melatarbelakangi perlunya memperhatikan etika dalam pengumpulan data
penelitian.
Pembahasan
mengenai etika penelitian ini sudah tertuang dalam kesepakatan internasional
sejak tahun 1947. Pada saat itu, di kamp NAZI telah disepakati bahwa dalam
melakukan penelitian harus melindungi subjek penelitian dan peneliti.
Kesepakatan tersebut tertuang dalam Nuremberg Code. Kesepakatan internasional
mengenai etika penelitian yaitu pada tahun 1964 dengan dispeakatinya
Declaration of Helsinki tentang prinsip-prinsip penelitian medis pada subjek
manusia. Di Indonesia, pengaturan menganai kode etik pengambilan data
penelitian mempunyai dasar hukum kuat dalam UU nomer 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan dan secar rinci tertuang dalam Pedoman Nasional Etika Penelitian
Kesehatan (KNEPK-Depkes RI, 2004). Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti
harus memperhatikan aspek etika. Kaidah dasar etika penelitian :
Ø Menghormati
martabat
Penelitian yang
dilakukan harus manjunjung tinggi martabat seseorang (subjek penelitian). Dalam
melakukan penelitian, hak asasi subjek harus dihargai. Asas kemanfaatan.
Penelitian yang dilakukan harus mepertimbangkan manfaat dan resiko yang mungkin
terjadi. Penelitian boleh dilakukan apabila manfaat yang diperoleh lebih besar
daripada resiko yang akan terjadi.
Selain itu, penelitian yang dilakukan tidak boleh membahayakan dan harus
menjaga kesejahteraan manusia.
Ø Berkeadilan.
Dalam melakukan
penelitian, perlakuannya sama dalam artian setiap orang diberlakukan sama
berdasar moral, martabat, dan hak asasi manusia. Hak dan kewajiban peneliti
maupun subjek juga harus seimbang.
Ø Informed
consent.
Subjek
penelitian harus menyatakan kesediaannya mengikuti penelitian dengan mengisi
informed consent. Hal ini juga merupakan bentuk kesukarelaan dari subjek
penelitian untuk ikut serta dalam penelitian.
Informed consent
merupakan pernyataan kesediaan dari subjek penelitian untuk diambil datanya dan
ikut serta dalam penelitian. Aspek utama informed consent yaitu information,
comprehension, dan volunterness. Dalam informed consent harus ada penjelasan
tentang penelitian yang akan dilakukan. Baik mengenai tujuan penelitian, tatacara penelitian,
manfaat yang akan diperoleh, resiko yang mungkin terjadi, dan adanya
pilihan bahwa subjek penelitian dapat
menarik diri kapan saja. Pernyataan yang dibuat dalam informed consent harus
jelas dan mudah dipahami sehingga subjek akan tahu bagaimana penelitian dijalankan. Selain itu, subjek
penelitian harus secara sukarela mengisi informed consent tersebut.
Aspek
kemanfaatan informed consent antara lain
adalah :
1. Penghormatan
pada seseorang.
Subjek yang diteliti berhak
menentukan apakah ia akan terus mengikuti penelitian atau berhenti.
2. Melindingi
subjek penelitian.
Dengan adanya informed consent maka
subjek penelitian akan terlindungi dari penipuan maupun ketidakterusterangan
dalam penelitian tersebut. Selain itu, subjek penelitian akan terlindungi dari
segala bentuk tekanan.
3. Melindungai
peneliti.
Karena subjek penelitian telah
menyepakati apa yang tertuang dalam informed consent maka hal ini akan melindun
gi peneliti dari gugatan yang mungkin muncul dari subjek penelitian
4. Kerahasiaan.
Informasi, data, sampel (material)
merupakan rahasia. Penggunaannya harus sesuai danga yang telah dinyatakan
sebelumnya. Selain itu, kerahasiaan juga menyankut identitas subjek penelitian.
Penelitian
yang dilakukan harus menghargai kebebasan individual untuk bertindak sebagai responden
atau subjek penelitian. Responden harus dijamin dan dilindungi karena
pengambilan data dalam penelitian akan menyinggung ke arah hak asasi manusia.
Meskipun suatu penelitian sangat bermanfaat namun apabila melanggar etika
penelitian makan penel;itian tersebut tidak boleh dilaksanakan. Selain itu,
kewajiban seorang peneliti setelah data terkumpul, dan diinterpretasikan,
hendaknya peneliti memberi informasi kepada responden
Ø Aspek
kerahasiaan.
Data yang diperoleh dari akan
dijamin kerahasiaannya subjek penelitian harus dijamin, dan penggunaan data
tersebut hanya untuk kepentingan penelitian saja.
TUGAS – TUGAS PERKEMBANGAN
I.
MASA
BAYI
1. Pertumbuhan
dan perkembangan fisik pada masa bayi
Bagaimanaikah
sesungguhnya refleks pada masa bayi itu. Bayi tidak lagi dipandang sebagai
organisme yang pasif, yang tidak dapat berbuat apapun. Bayi – bayi yang baru
lahir memang terbatas secara fisik. Namun, refleks – gerakan otomatis –
membantu perilaku bayi yang baru lahir itu. Misalnya, menghisap. Bagi bayi
menghisap adalah suatu metode yang penting untuk memperoleh gizi dan suatu
kegiatan yang menyenangkan.
Ø Pola
cephalocaudal dan proximodistal
Pola cephalocaudal adalah
pertumbuhan dari atas ke bawah, pola proximodistal adalah petumbuhan dari pusat
keluar.
· Cephalocaudal
atau head to tail direction ( dari arah kepala kemudian kekaki).
Misal : Mengangkat kepala dulu kemudian dada dan ekstremitas
bawah.
· Proximadistal
atau Near to far direction ( menggerakan anggota gerak yang paling dekat dengan
pusat/sumbu tengah dan yang lebih jauh dari pusat). Misal : bahu dulu baru
jari-jari
Ø Tinggi
dan Berat
Rata – rata bayi yang baru lahir di
Amerika panjangnya 20 inchi dan beratnya 7 ½ pon. Bayi bertumbuh sekitar 1
inchi per bulan selama tahun pertama dan bertambah berat hampir tiga kali lipat
dari tahun pertama kelahiran mereka. Tingkat pertumbuhan bayi menurun pada
tahun kedua.
Ø Keterampilan
Motorik Kasar dan Halus
Keterampilan motorik kasar meliputi
kegiatan-kegiatan otot besar seperti menggerakkan lengan dan berjalan. Sejumlah
peristiwa penting motorik kasar terjadi pada kira – kira usia 12 hingga 13
bulan. Keterampilan motorik harus meliputi gerakan yang lebih halus
dibandingkan dengan gerak motorik kasar, dan mencakup keterampilan seperti
kecekatan jari. Sejumlah peristiwa penting motorik halus terjasdi pada masa
bayi, diantaranya perkembangan keterampilan meraih dan menggenggam.
2. Klasifikasi
:
Para peneliti
telah merangkaikan sistem klasifikasi yang berbeda ; salah satunya yang
meliputi tujuh kategori keadaan bayi, termasuk tidur nyenyak, mengantuk,
waspada dan terfokus, dan terfokus secara kaku.
· Siklus
tidur-bangun :
Bayi – bayi yang
baru lahir biasannya tidur 16 hingga 17 jam sehari. Pada usia 4 bulan, mereka
mendekati pola tidur orang dewasa. Aktivitas tidur yang terjadi pada masa bayi
seringkali ditandai dengan gerakan bola mata yang tidak teratur saat mata
mereka tertutup. Aktivitas ini disebut juga REM slip (rapid eyes movement)
tingginya persentase tidur REM (kjira – kira setengah dari waktu tidur bayi)
dapat merupakan alat rangsang tersendiri, atau dapat pula meningkatkan
perkembangan otak. Sindrom kematian bayi tiba-tiba (sudden infant death
syndrome) adalah suatu kondisi yang terjadi ketika seorang bayi berhenti
bernapas dan meninggal secara tiba-tiba tanpa penyebab yang jelas.
· Gizi
Bayi-bayi harus mengkonsumsi
sekitar 50 kalori per hari, atas setiap pon berat mereka. Konsensus yang sedang
berkembang saat ini ialah meminum asi lebih baik daripada mengkonsumsi makanan
botol, tetapi meningkatnya jumlah ibu-ibu pekerja berarti lebih sedikit bayi
yang minum asi.
· Kekurangan
gizi : Kekurangan protein yang parah dapat menyebabkan marasmus, terbuangnya
jaringan penting pada tubuh bayi. Kondisi ini utamanya disebabkan oleh
kekurangan asi pada masa awal perkembangan bayi.
· Pelatihan
buang air
Terlatih buang air adalah suatu
keterampilan fisik motorik yang pada umumnya dicapai pada usia 3 tahun di dalam
kebudayaan Amerika Utara. Akhir-akhir ini ada suatu kecenderungan untuk memulai
pelatihan buang air lebih awal dibandingkan dengan di masa lalu; banyak orang
tua dewasa mulai pelatihan buang air bagi anak-anak mereka yang baru belajar
berjalan pada usia sekitar 20 bulan hingga 2 tahun.
3. Perkembangan
Sensoris dan Persepsi pada Masa bayi
§ Sensasi
dan Persepsi
Ketika
informasi melakukan kontak dengan penerimaan sensor – mata, telinga, lidah,
hidung, kulit – sensasi terjadi.Persepsi adalah interpretasi apa yang
dirasakan.
v Persepsi
Visual
ü Dunia
visual bayi yang baru lahir :
Pernyataan William James yang
mengatakan bahwa persepsi visual bayi merupakan suatu kebingungan yang luar
biasa adalah tidak benar. Persepsi bayi yang baru lahir lebih maju dari yang
kita pikirkan sebelumnya.
ü Pemahaman
visual :
Penelitian Fantz – yang
memperlihtkan bahwa bayi lebih senang pada pola bergaris daripada potongan
benda/piringan berwarna cerah – memperlihatkan bahwa bayi yang baru lahir
memiliki pemahaman visual.
ü Kualitas
penglihatan :
Penglihatan bayi yang baru lahir
kira-kira 20/600 pada bagan Snellen; pada usia 6 bulan, penglihatan meningkat
hingga sekurang-kurangnya 20/100 pada skala yang sama.
ü Wajah
manusia :
Wajah ialah suatu pola visual yang
penting bagi bayi yang baru lahir. Bayi secara berangsur-angsur menguasai suatu
uriutan langkah dalam mempersepsi wajah manusia.
v Persepsi
kedalaman :
Suatu studi klasik oleh Gibson dan
Walk (1960) memperlihatkan bahwa melalui penggunaan suatu jurang visual, bayi
berusia 6 bulan ternyata dapat mempersepsi kedalaman.
ü Pengetahuan
perseptual yang inheren :
Semakin bayak jumlah peneliti,
seperti Spelke, yang yakin bayi kecil memiliki pengetahuan inheren tentang
bagaimana dunia persepsi bekerja.
v Persepsi
Intermodal
Adanya koordinasi dan integrasi
informasi yang diterima indra penglihatan dan pendengaran disebut persepsi
menyeluruh. Penelitian menunjukan bahwa bayi berusia 4 bulan memiliki persepsi
menyeluruh. Pandangan persepsi langsung dan pandangan konstruktif adalah dua
pandangan persepsi penting ynag mebuat prediksi tentang persepsi menyeluruh.
§ Sentuhan
dan Rasa Sakit
v Sentuhan
pada bayi yang baru lahir :
Bayi yang baru lahir benar-benar
membari respon terhadap sentuhan.
v Rasa
sakit :
Bayi ynag baru lahir dapat
merasakan sakit. Penelitian tentang sunat yang dilakukan pada bayi
memperlihatkan bahwa laki-laki berusia 3 hhari mengalami rasa sakit tetapi
dapat menyesuaikan diri dengan stres.
v Penciuman
dan Kecapan
Kedua indra ini ada pada bayi yang
baru lahir.
4. Perkembangan
Kognitif Bayi ( Teori
Piaget )
§ Tahap
sensori-motorik :
Tahap
ini berlangsung dari lahir hingga kira-kira usia 2 tahun dan meliputi kemajuan
dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi yang
ia terima melalui gerakan-gerakan fisik. Tahap ini memiliki enam subtahap:
refleks sederhana, kebiasaan pertama dan reaksi sirkuler primer, reaksi
sirkuler sekunder (Reproduksi kejadian yang menarik), koordinasi reaksi
sirkuler sekunder, reaksi sirkuler tersier keingintahuan akan sesuatu yang
baru, dan internalisasi skema.
Piaget
membagi tahap sensorimotor dalam enam periode, yaitu:
Ø Periode
1 : Refleks (umur 0 – 1 bulan)
Periode paling awal tahap sensorimotor
adalah periode refleks. Ini berkembang sejak bayi lahir sampai sekitar berumur
1 bulan. Pada periode ini, tingkah laku bayi kebanyak bersifat refleks,
spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan seorang bayi
didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.
Ø Periode
2 : Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan)
Pada periode perkembangan ini, bayi
mulai membentuk kebiasan-kebiasaan pertama. Kebiasaan dibuat dengan
mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan. Refleks-refleks yang dibuat
diasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki dan menjadi semacam kebiasaan,
terlebih dari refleks tersebut menghasilkan sesuatu. Pada periode ini, seorang
bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya. Ia mulai mengaakan diferensiasi akan
macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula, koordinasi tindakan
bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga. Bayi mulai mengikuti
benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga mulai menggerakkan kepala kesumber
suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja bersama. Ini merupakan
suatu tahap penting untuk menumbuhkan
konsep benda.
Ø Periode
3 : Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 – 8 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi
mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya (Piaget dan
Inhelder 1969). Tingkah laku bayi semakin berorientasi pada objek dan kejadian
di luar tubuhnya sendiri. Ia menunjukkan koordinasi antara penglihatan dan rasa
jamah. Pada periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian-kejadian
yang menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa
yang menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget mengamati bahwa bila
seorang anak dihadapkan pada sebuah benda yang dikenal, seringkali hanya menunjukkan
reaksi singkat dan tidak mau memperhatikan agak lama. Oleh Piaget, ini
diartikan sebagai suatu “pengiaan” akan arti benda itu seakan ia mengetahuinya.
Ø Periode
4 : Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi
mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya. Ia sudah mulai
menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-sarana yang digunakan
untuk mencapai tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi skema-skema yang
telah ia ketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku
yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode
ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya (permanensi) suatu
benda. Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang tersembunyi,
tampak bahwa ini mulai mempunyaikonsep tentang ruang.
Ø Periode
5 : Eksperimen (umur 12 – 18 bulan)
Unsur pokok pada perode ini adalah
mulainya anak memperkembangkan cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara
mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada suatu persoalan yang tidak
dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai mecoba-coba dengan Trial and
Error untuk menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau
dengan kata lain ia mencoba mengembangkan skema yang baru. Pada periode ini,
anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana
benda-benda di sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut
Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan
untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan
benda mulai maju dan lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan
organisasi perpindahan benda-benda
secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat dilihat secara serentak.
Ø Periode
Refresentasi (umur 18 – 24 bulan)
Periode ini adalah periode terakhir
pada tahap intelegensi sensorimotor. Seorang anak sudah mulai dapat menemukan
cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetap
juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Pada periode ini, anak
berpindah dari periode intelegensi sensori motor ke intelegensi refresentatif.
Secara mental, seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian,
dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda
pada tahap ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk mencari dan
menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan, anak mulai
sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila
benda itu tidak kelihatan lagi.
§ Ketetapan
benda :
Ketetapan
benda mengacu kapada perkembangan kemampuan untuk memahami benda-benda dan
peristiwa-peristiwa tetap ada walaupun bayi tidak lagi terlibat kontak dengan
benda dan peristiwa itu. Piaget yakin bahwa kemampuan ini berkembang selama
rangkaian keenam subtahap yang ia kemukakan,
§ Perspektif
Baru Tentang Perkembangan Kognitif Pada Masa Bayi
Pada
dasawarsa yang lalu, muncul suatu pamahaman baru tentang pemahaman kognitif
bayi. Teori Piaget telah dikritik dari dua sudut pandang. Pertama, penelitian
yang dalam dibidang perkembangan persepsi menunjukan bahwa suatu dunia persepsi
yang stabil dan unik dibangun jauh lebih awal daripada yang telah dibayangkan
oleh Piaget. Kedua, para peneliti baru-baru ini telah menemukan bahwa memori
dan bentuk-bentuk kegiatan simbolis lain terjadi sekurang-kurangnya mulai
pertengahan kedua tahun pertama.
§ Pemrosesan
Informasi
ü Perspektif
pemrosesan informasi dan perkembangn bayi :
Tidak seperti Piaget,
para pakar psikologi pemrosesan informasi tidak menggambarkan masa bayi sebagai
suatu tahap atau serangkaian subtahap perkembangan sensoris-motorik.
Sebaliknya, mereka menekankan pentingnya perkembangn kognitif seperti
perhatian, memori, dan pemikiran. Para pakar psikologi pemrosesan informasi
yakin bahwa bayi kecil lebih maju daripada yang dibayangkan oleh Piaget, bahwa
kemampuan-kemampuan perhatian, simbolis, imitasi, dan konseptual terjadi jauh
lebih awal dalam perkembangan mereka daripada yang dipikirkan oleh Piaget.
ü Habituasi
dan dishabituasi :
Habituasi adalah
penyajian yang diulang-ulang dari rangsangan yang sama, yang menyebabkan
berkurangnya perhatian terhadap rangsangan tersebut. Apabila suatu rangsangan
yang berbeda diberikan dan bayi memberi perhatian kepada rangsangan itu,
dishabituasi terjadi. Bayi yang baru lahir dapat mengalami habituasi, tetapi
habituasi semakin akut selama 3 bulan pertama masa bayi.
ü Memori
:
Memori ialah
penyimpanan informasi sepanjang waktu. Memori berkembang jauh lebih awal pada
masa bayi dan lebih spesifik daripada kesimpulan yang dikemukakan sebelumnya.
ü Imitasi
:
Bayi dapat meniru
ekspresi wajah orang lain dalam beberapa hari pertama kehidupan. Meltzoff
mendemonstrasikan bahwa imitasi yang ditunda (deffered imitation)terjadi pada
kira-kira usia 9 bulan, jauh lebih awal daripada yang diyakini Piaget.
Ø Perbedaan-perbedaan
Individual dalam Intelegensi
Ø Sejarah
:
Skala perkembangan bagi bayi
berasal dari tradisi penggunaan tes IQ dengan anak-anak yang lebih tua. Skala
ini kurang verbal dibandingkan dengan tes IQ. Gesell adalah salah seorang
pengmbang awal tes bayi. Skala masih digunakan secara luas oleh para dokter
spesialis anak; skala ini disebut dengan developmental quotient (DQ).
Ø Skala
Bayley :
Skala perkembangan yang paling luas
digunakan dewasa ini, dikembangkan oleh Nancy Bayle, yang terdiri dari skala
motorik, skala mental, profil perilaku bayi.
Ø Kesimpulan
tentang tes bayi dan kontinuitas dalam perkembangan mental :
Ukuran
intelegenci bayi yang secara luas sebenarnya bukanlah ”peramal” yang baik
intelegensi masa anak-anak. Akan tetapi, aspek-aspek khusus intelegensi bayi,
seperti tugas-tugas pemrosesan informasi yang meliputi perhatian (attention),
adalah ”peramal” yang lebih baik intelegensi mereka, khususnya dalam suatu
bidang yang spesifik.
5. Perkembangan
Bahasa
a)
Pengertian Bahasa
Bahasa
meliputi suatu sistem simbol yang kita gunakan untuk berkomunikasi satu sama
lain. Sistem itu ditandai dengan penciptaan yang tidak pernah berhenti dan
adanya sistem atau aturan. Sistem atau aturan itu meliputi fonologi, morfologi,
sintaksis, semantik, dan pragmatik.
b)
Pengaruh Biologis
Ø Evolusi
biologis :
Fakta bahwa evolusi biologis
membentuk manusia menjadi ciptaan linguistik tidak diragukan lagi.
Ø Katerikatan
biologis :
Chomsky berpendapat bahwa manusia
terikat secara biologis untuk mempelajari bahasa dan memiliki suatu alat
penguasaan bahasa.
c.
Periode penting untuk
mempelajari bahasa :
Pengalaman
Genie dan anak-anak lain menunjukan bahwa tahun-tahun awal masa anak-anak
merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa. Jika pengenalan bahasa
tidak terjadi sebelum masa remaja, maka ketidakmampuan dalam menggunakan tata
bahasa yang baik akan dialami seumur hidup.
d.
Pengaruh Perilaku dan
Perkembangan
Ø Pandangan
para ahli perilaku :
Bahasa
hanyalah bentuk lain dari perilaku. Para ahli perilaku yakin bahasa dipelajari
khususnya melalui penguatan dan imitasi, walupun kemungkinan ini lebih
merupakan usaha yang memudahkan pembelajaran bahasa daripada daripada hal
mutlak diperlukan.
Ø Pengaruh
lingkungan :
Beberapa
orang dewasa mengajarkan bahasa kepada bayi adalah denagn cara motherese,
recasting, echoing, expanding, dan labelling. Orang tua sebaiknya berbicara
dengan anak secara ekstensif, khususnya tentang apa yang sedang bayi pelajari
saat itu. Pembicaraan sebaiknya mengutamakan pembicaraan langsung bukan
pembicaraan mekanis.
Ø Perkembangan
Bahasa
-
Beberapa tonggak
sejarah perkembangan :
Beberapa tonggak sejarah dalam
perkembangan bahasa bayi ialah mengoceh (3 hingga 6 bulan), kata pertama
dipahami (6 hingga 9 bulan), pertumbuhan perbendaharaan kata yang diterima
(mencapai 300 kata atau lebih pada usia 2 tahun), kata pertama diucapkan (10
hingga 15 bulan), dan pertumbuhan perbendaharaan kata yang diucapkan (mencapai
200 hingga 275 kata pada usia 2 tahun).
-
Holofrase, cara bicara
yang bersifat telegrafis, dan panjang rata pengucapan :
Hipotesis
holofrase menyatakan bahwa suatu kata tunggal sering digunakan untuk
mengartikan suatu kalimat yang sempurna; ini menandai kata pertama bayi. Pada
usia 18 hingga 24 bulan, bayi sering bicara dalam pengucapan 2 kata.
Pembicaraan telegrafis adalah penggunaan kata-kata yang pendek dan tepat untuk
berkomunikasi – ini menandai pengucapan 2 kata oleh balita. Brown telah
mengembangkan konsep panjang rata-rata pengucapan (mean lenght of utterance,
MLU). Lima tahap MLU telah diidentifikasi, yaitu memberi indikator yang
berharga atas kematangan berbahasa.
6. Proses
Day Care Keluarga, Kedekatan, Ayah sebagai Pengasuh Bayi, dan Perangai
a.
Proses Keluarga
Ø Sosialisasi
timbal balik :
Anak-anak bersosialisasi denagn
orang tua mereka sama seperti orang tua bersosialisasi dengan anak-anak mereka.
Scaffolding, sinkronisasi, dan pengaturan bersama merupakan dimensi penting
sosialisasi timbal balik.
Ø Keluarga
sebagai suatu sistem :
Keluarga ialah suatu sistem yang terdiri
dari individu-individu yang berinteraksi denagn subsistem yang berbeda,
sebagian dyadic, sebagian lainnya polyadic. Model Blesky menggambarkan dampak
langsung dan dampak tidak langsung.
b.
Keterikatan
Keterikatan
ialah suatu relasi antara dua orang dimana setiap orang benar-benar merasakan
kehadiran orang lain dan melakukan berbagai hal untuk memastika relasi itu
tetap berkelanjutan. Pada masa bayi, keterikatan banyak diasosiasikan denagn
ikatan antara pengasuh dan bayi. Teori etologi Bowlsby menekankan bahwa
pengasuh dan bayi secara naluriah memicu keterikatan. Keterikatan pada pengasuh
meningkat kira-kira pada usia 6 hingga 7 bulan.
Ø Perbedaan-perbedaan
individual :
Ainsworth yakin bahwa
perbedaan-perbedaan individual dalam keterikatan dapat dikelompokan kedalam
kategori aman, menghindar, dan menolak. Ainsworth yakin bahwa bayi yang
merasakan keterikatan yang aman memiliki pengasuh yang peka dan tanggap. Dalam
beberapa penlitian keterikatan dengan secure attachment diasosiasikan denagn
kompetensi sosial dikemudian hari pada masa kanak-kanak.
Ø Keterikatan,
perangai atau tempramen, dan dunia sosial yang lebih luas :
Beberapa developmentalis yakin
bahwa terlalu banyak penekanan diberikan kepada keterikatan; mereka yakin bahwa
faktor keturunan dan perangai, pada satu sisi, dan keragaman individu dan
lingkungan disekitar bayi, pada sisi lain, memiliki peran yang lebih besar.
c.
Ayah sebagai Pengasuh Bayi
Para
ayah telah meningkatkan interaksi mereka dengan anak-anak mereka, tetapi
kemampuan mereka masih tertinggal sangat jauh dibangingkan denagn para ibu,
sekalipun p[ara ibu bekerja. Ayah sebetulnya dapat bertindak secara peka
terhadap sinyal bayi, tetapi mereka lebih sering tidak melakukan hal ini. Pada
dasarnya peran ibu dalam perkembangan adalah mengasuh. Sedangkan peran ayah
adalah melakukan interaksi permainan. Pada umumnya bayi lebih senang berada
dekat ibunya bila ia ada dalam situasi stres.
§ Day
Care Sifat
nya :
Day care telah merupakan suatu
kebutuhan dasar keluarga Amerika. Saat inijauh lebih banyak anak berada dalam
perawatan day care dibandingkan dengan sekian tahun lalu.
§ Kualitas
perawatan dan dampaknya bagi perkembangan :
Kualitas day care ternyata tidak
merata. Belsky menyimpulkan bahwa kebanyakan day care tidak memadai dan bahwa
pengasuhan day care yang ekstensif pada 12 bulan pertama kehidupan bayi
tidaklah baik bagi bayi. Pakar lain tidak sependapat denagn Belsky. Day care
masih menjadi topik yang kontroversial.
d.
Perangai/tempramen
Perangai
adalah gaya perilaku yang sampai saat ini dipelajari secara ekstensif. Chess
dan Thomas menggambarkan tiga kelompok perangai – easy, difficult, slow to warm
up. Parangai sangat dipengaruhio oleh factor-faktor biologis pada masa awal
bayi walaupun selanjutnya akan lebih banyak dipengaruhi oleh pengalaman. Suatu
hal yang penting ialah adanya kesesuaian perangai bayi denagn perangai orang
tua.
7. Perkembangan
Emosional, Perkembangan Kepribadian, dan Masalah serta Gangguan
§ Hakikat
Emosi Anak-anak
pengertian
emosi : emosi
ialah perasaan atau afeksi yang melibatkan suatu campuran antara gejolak
fisiologis dan perilaku yang terlihat. Emosi dapat diklasifikasikan ke dalam
afeksi positif dan afeksi negative.
Fungsi
emosi dalam perkembangan anak :
Fungsi
utama emosi adalah penyesuaian diri (adaptation) dan kelangsunagn hidup (survival),
pengaturan (regulation), dan komunikasi (communication).
§ Afeksi
dalam relasi orang tua-anak :
Emosi
ialah bahasa pertama yang dikomunikasikan oleh orang tua dan bayi sebelum bayi
dapat berbicara. Kemampuan berkomunikasi secara afektif antara bayi dan orang
dewasa memungkinkan terkoordinasinya interaksi bayi-orang dewasa.
8. Perkembangan
Emosional pada Masa Bayi
Ø Jadwal
perkembangan emosi :
Izard mengembangkan Maximally
Discriminative Facial Coding System, MAX, untuk mengkodekan ekspresi emosi
bayi. Berdasarkan sistem ini, minat, ketegangan, dan rasa muak/jijik muncul
pada saat lahir, senyuim sosial terlihat pada usia kira-kira 4 hingga 6 minggu,
kemarahan, keheranan, dan kesedihan terjadi pada kira-kira usia3 hingga 4
bulan., ketakutan pada usia 5 hingga 7 bulan, rasa malu pada usia 6 hingga 8
bulan, dan rasa hina dan bersalah pada usia 2 tahun.
Ø Menangis
:
Menangis
ialah mekaniosme yang paling penting yang dimiliki oleh bayi yang baru lahir
untuk berkomunikasi dengan dunia mereka. Bayi kira-kira memiliki 3 tipe
tangisan: tangisan dasar, tangisan marah, tangisan rasa sakit. Kebanyakan orang
tua pada umumnya dapat menjelaskan apakah suatu tangisan bayi berarti kemarahan
atau rasa sakit.
Ø Tersenyum
:
Tersenyum
ialah suatu perilaku afektif komunikatif yang penting oleh bayi. Dua tipe
tersenyum dapat dibedakan pada bayi: refleksif dan sosial.
Ø Perkembangan
Kepribadian
Rasa
percaya : Erikson
berpendapat bahwa tahun pertama ditandai oleh krisis rasa percaya dan tidak
percaya; gagasannya tentang rasa percaya banyak persamaannya denagn konsep
Ainsworth tentang keterikatan yang aman (secure attachment).
Ø Perkembangan
rasa diri sendiri dan kemandirian :
Pada beberapa tahap dalam
pertengahan kedua tahun kedua kehidupan, beyi mengembangkan suatu rasa dirinya
sendiri. Kemandirian menjadi tema sentral pada tahun kedua kehidupan. Mahler
berpendapat bahwa bayi menjauhkjan dirinya dari ibu dan kemudian mengembangkan
individuasi. Erikson menekankan bahwa tahun kedua kehidupan ditandai oleh tahap
otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu.
Ø Masalah
dan Gangguan
-
Penganiayaan :
Suatu
pemahaman atas penganiayaan anak memerlukan informasi tentang pengaruh budaya,
keluarga, dan peran lingkungan masyarakat. Penganiayaan seksual anak-anak saat
ini diakui sebagai suatu masalah yang semakin meluas dibandingakan denagn yang
diyakini sebalumnya.
-
Autisme :
Autisme
ialah suatu gangguan yang parah yang tampak pertama kali pada masa bayi. Ini
meliputi ketidakmampuan berelasi denagn orang, ketidakmampuan berbicara, dan
kecewa atas perubahan dalam hal-hal rutin atau pada lingkungan disekitarnya.
Autisme tampaknya melibatkan beberapa bentuk disfungsi otak organik dan faktor
keturunan.
II.
MASA
ANAK
Ø
MASA ANAK-ANAK
PERMULAAN (Usia 1-6)
Masa
anak-anak permulaan adalah waktu aktifitas yang sangat banyak. Kita seringkali
takjub dengan jumlah besarnya energi yang dikeluarkan dengan makanan yang
dimakan. Anak hidup dalam dunia yang membuat keheranan, menjadikan itu tidak
dikenal dan sering menciptakan hal yang fantastik. Dengan cara yang cepat,
anak-anak suka akan menjadi seekor kodok, kuda atau bahkan mesin
kebakaran. Anak-anak belum bisa membedakan yang nyata dan khayalan, dan
benar-benar percaya bahwa anjing hitam yang besar adalah beruang. Sulit untuk
menyatakan yang dunia khayalan yang tidak nyata kepada dunia nyata yang
memberikan ketinggian yang dipanggil keturunan yang lazim pada usia ini. Anak
seusia ini dipenuhi dengan keingintahuan dan selalu bertanya.
"mengapa" dan "untuk apa". Anak akan sangat suka meniru,
dan akan meniru kata-kata yang buruk dan kebiasaan yang tidak baik tanpa
mengetahui artinya. Anak-anak ingin menghabiskan waktunya dalam permainan
yang aktif dari pada bercanda, menikmati cerita-cerita dengan lagu-lagu dan
memaksa untuk diceritakan kembali. Anak-anak ini sangat mudah percaya kepada apa
yang orangtua dan
teman-teman dekatnya katakan.
Ø MASA
ANAK-ANAK PERTENGAHAN (7-9)
Selama masa anak-anak
pertengahan, kecenderungan beraktifitas diteruskan tetapi lebih terkendali dan
termotivasi dengan adanya tujuan. Anak-anak tetap ingin tahu dan mempunyai
banyak pertanyaan yang harus dijawab dengan jujur tetapi alasannya sekarang
mulai berkembang dan anak-anak melukiskan kesimpulannya dari penelitiannya dan
pemikirannya. Hal-hal yang lama membawa arti-arti yang baru dan kata-katanya
tiap hari menjadi lebih banyak.
Selain
khayalan, anak-anak ini ingin cerita-cerita yang benar-benar terjadi. Sekarang,
dia meniru pelaku
daripada perbuatan. Dia ingin menjadi seorang insinyur daripada mesin. Dia
sekarang butuh teman, daripada bermain sendiri tetapi masih individualis.
III.
MASA
REMAJA
Remaja adalah
waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat
disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja
adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa
peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun
sampai 21 tahun.
Menurut
psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga
masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan
berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan
fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan
bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada,
perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini,
pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis,
abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.
Dilihat dari bahasa
inggris "teenager", remaja artinya yakni manusia berusia belasan
tahun.Dimana usia tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Oleh
sebab itu orang tua dan pendidik sebagai bagian masyarakat yang lebih
berpengalaman memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan remaja
menuju kedewasaan. Remaja
juga berasal dari kata latin "adolensence" yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi
yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1992).
Remaja memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak
termasuk golongan anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja
menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum
memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri
Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa
anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek / fungsi untuk
memasuki masa dewasa.Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan
21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan
menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah: Masa peralihan di antara masa
kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa
perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak
baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang
dewasa yang telah matang. Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa
remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa
anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga
21 tahun.
Rentang
waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu
ü 12
– 15 tahun
ü masa
remaja awal, 15 – 18 tahun
ü masa
remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun
ü masa
remaja akhir.
Tetapi Monks,
Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa
pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja
pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita,
2006:192) Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah
Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa
peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara
12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu
pematangan fisik, maupun psikologis.
Fase remaja
merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Harold Alberty (1957)
mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan yang
dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai
dengan awal masa dewasa. Conger berpendapat bahwa masa remaja.
v Perkembangan
Identitas Pada Remaja
Masa
remaja merupakan periode perkembangan dibentuk baik oleh terungkapnya biologi
dan oleh norma-norma sosial dan budaya dan harapan. Menurut Erickson, masa
remaja ditandai dengan berbeda ‘krisis’, mereka menghadapi beberapa titik
penting dalam mengembangkan ‘identitas’. Mereka menjawab atau setidaknya
menghadapi pertanyaan
v Masa
Remaja Yang Penuh Permasalahan
Remaja
adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh
pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu
Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja
merupakan masa badai.
v Pertumbuhan
Dan Perkembangan Pada Masa Remaja
Masa
remaja adalah masa transisi diri periode anak ke dewasa. Apabila kita
perhatikan dan kita ikuti pertumbuhan anak sejak lahir sampai besar, akan
didapatilah bahwa anak itu tumbuh secara berangsur-angsur bersamaan dengan
bertambahnya umur. Demikian pula halnya dengan pertumbuhan identitas/konsep.
v Masa
Remaja Yang Penuh Gejolak
Masa
remaja merupakan masa-masa yang penuh dengan gejolak. Masa remaja juga rentan
dengan berbagai permasalahan yang cukup kompleks dan pelik. Karena di masa
inilah seseorang bertumbuh dan menjalani saat mencari jati diri untuk membentuk
karakter kepribadian. Masa ini juga seringkali
IV.
MASA
DEWASA
Dewasa awal
adalah masa peralihan dari masa remaja. Masa remaja yang ditandai dengan
pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal, identitas diri ini didapat
sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental ege-nya.
Berbagai masalah
juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa awal. Dewasa awal adalah
masa peralihan dari ketergantungan kemasa mandiri, baik dari segi ekonomi,
kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih
realistis.
Erickson (dalam
Monks, Knoers & Haditono, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang digolongkan
dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan
komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal dalam
bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi (merasa
tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan
orang lain).
Hurlock (1990)
mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun samapi kira-kira umur
40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai
berkurangnya kemampuan reproduktif.
Secara umum,
mereka yang tergolong dewasa muda (young ) ialah mereka yang berusia 20-40
tahun. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan, Santrock (1999), orang
dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik (physically
trantition) transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi
peran sosial (social role trantition).
Perkembangan
sosial masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa.
Masa dewasa awal adalah masa beralihnya padangan egosentris menjadi sikap yang
empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting.
Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugas
perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga,
mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab
sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu,
dan melakukan suatu pekerjaan. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana
seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Hurlock
(1993) dalam hal ini telah mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan
pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa
penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang
diperolehnya.
Dari segi fisik,
masa dewasa awal adalah masa dari puncak perkembangan fisik. Perkembangan fisik
sesudah masa ini akan mengalami degradasi sedikit-demi sedikit, mengikuti umur
seseorang menjadi lebih tua. Segi emosional, pada masa dewasa awal adalah masa
dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar yang didukung oleh kekuatan
fisik yang prima. Sehingga, ada steriotipe yang mengatakan bahwa masa remaja
dan masa dewasa awal adalah masa dimana lebih mengutamakan kekuatan fisik
daripada kekuatan rasio dalam menyelesaikan suatu masalah.
a. Ciri
Perkembangan Dewasa Awal
Dewasa awal adalah masa kematangan
fisik dan psikologis. Menurut Anderson (dalam Mappiare : 17) terdapat 7 ciri
kematangan psikologi, ringkasnya sebagai berikut:
ü Berorientasi
pada tugas, bukan pada diri atau ego; minat orang matang berorientasi pada
tugas-tugas yang dikerjakannya,dan tidak condong pada perasaan-perasaan diri
sendri atau untuk kepentingan pribadi.
ü Tujuan-tujuan
yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efesien; seseorang yang matang
melihat tujuan-tujuan yang ingin dicapainya secara jelas dan tujuan-tujuan itu
dapat didefenisikannya secara cermat dan tahu mana pantas dan tidak serta
bekerja secara terbimbing menuju arahnya.
ü Mengendalikan
perasaan pribadi; seseorang yang matang dapat menyetir perasaan-perasaan
sendiri dan tidak dikuasai oleh perasaan-perasaannya dalam mengerjakan sesuatu
atau berhadapan dengan orang lain. Dia tidak mementingkan dirinya sendiri,
tetapi mempertimbangkan pula perasaan-perasaan orang lain.
ü Keobjektifan;
orang matang memiliki sikap objektif yaitu berusaha mencapai keputusan dalam
keadaan yang bersesuaian dengan kenyataan.
ü Menerima
kritik dan saran; orang matang memiliki kemauan yang realistis, paham bahwa
dirinya tidak selalu benar, sehingga terbuka terhadap kritik-kritik dan
saran-saran orang lain demi peningkatan dirinya.
ü Pertanggungjawaban
terhadap usaha-usaha pribadi; orang yang matang mau memberi kesempatan pada
orang lain membantu usahan-usahanya untuk mencapai tujuan. Secara realistis
diakuinya bahwa beberapa hal tentang usahanya tidak selalu dapat dinilainya
secara sungguh-sunguh, sehingga untuk itu dia bantuan orang lain, tetapi tetap
dia brtanggungjawab secara pribadi terhadap usaha-usahanya.
ü Penyesuaian
yang realistis terhadap situasi-situasi baru; orang matang memiliki cirri
fleksibel dan dapat menempatkan diri dengan kenyataan-kenyataan yang
dihadapinya dengan situasi-situasi baru.
Dewasa
awal merupakan suatu masa penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan yang baru,
dan harapan-harapan sosial yang baru[1]. Masa dewasa awal adalah kelanjutan
dari masa remaja. Sebagai kelanjutan masa remaja, sehingga ciri-ciri masa
remaja tidak jauh berbeda dengan perkembangan remaja. Ciri-ciri perkembangan
dewasa awal adalah:
a. Usia
reproduktif (Reproductive Age)
Masa dewasa adalah masa
usia reproduktif. Masa ini ditandai dengan membentuk rumah tangga.Tetapi masa
ini bisa ditunda dengan beberapa alasan. Ada beberapa orang dewasa belum
membentuk keluarga sampai mereka menyelesaikan dan memulai karir mereka dalam
suatu lapangan tertentu.
b. Usia
memantapkan letak kedudukan (Setting down age)
Dengan pemantapan
kedudukan (settle down), seseorang berkembangan pola hidupnya secara
individual, yang mana dapat menjadi ciri khas seseorang sampai akhir hayat.
Situasi yang lain membutuhkan perubahan-perubahan dalam pola hidup tersebut,
dalam masa setengah baya atau masa tua, yang dapat menimbulkan kesukaran dan
gangguan-gangguan emosi bagi orang-orang yang bersangkutan. Ini adalah masa dimana
seseorang mengatur hidup dan bertanggungjawab dengan kehidupannya. Pria mulai
membentuk bidang pekerjaan yang akan ditangani sebagai karirnya, sedangkan
wanita muda diharapkan mulai menerima tanggungjawab sebagai ibu dan pengurus
rumah tangga.
c. Usia
Banyak Masalah (Problem age)
Masa ini adalah masa
yang penuh dengan masalah. Jika seseorang tidak siap memasuki tahap ini, dia
akan kesulitan dalam menyelesaikan tahap perkembangannya. Persoalan yang
dihadapi seperti persoalan pekerjaan/jabatan, persoalan teman hidup maupun
persoalan keuangan, semuanya memerlukan penyesuaian di dalamnya.
d. Usia
tegang dalam hal emosi (emostional tension)
Banyak orang dewasa
muda mengalami kegagalan emosi yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang
dialaminya seperti persoalan jabatan, perkawinan, keuangan dan sebagainya.
Ketegangan emosional seringkali dinampakkan dalam ketakutan-ketakutan atau
kekhawatiran-kekhawatiran. Ketakutan atau kekhawatiran yang timbul ini pada
umumnya bergantung pada ketercapainya penyesuaian terhadap persoalan-persoalan
yang dihadapi pada suatu saat tertentu, atau sejauh mana sukses atau kegagalan
yang dialami dalam pergumulan persoalan.
e. Masa
keterasingan sosial
Dengan berakhirnya
pendidikan formal dan terjunnya seseorang ke dalam pola kehidupan orang dewasa,
yaitu karir, perkawinan dan rumah tangga, hubungan dengan teman-teman kelompok
sebaya semakin menjadi renggang, dan berbarengan dengan itu keterlibatan dalam
kegiatan kelompok diluar rumah akan terus berkurang. Sebai akibatnya, untuk
pertama kali sejak bayi semua orang muda, bahkan yang populerpun, akan
mengalami keterpencilan sosial atau apa yang disebut krisis ketersingan
(Erikson:34).
f. Masa
komitmen
Mengenai komitmen,
Bardwick (dalam Hurlock:250) mengatakan: “Nampak tidak mungkin orang mengadakan
komitmen untuk selama-lamanya. Hal ini akan menjadi suatu tanggungajwab yang
trrlalu berat untuk dipikul. Namun banyak komitmen yang mempunyai sifat
demikian: Jika anda menjadi orangtua menjadi orang tua untuk selamanya; jika
anda menjadi dokter gigi, dapat dipastikan bahwa pekerjaan anda akan terkait
dengan mulut orang untuk selamanya; jika anda mencapai gelar doctor, karena ada
prestasi baik disekolah sewaktu anda masih muda, besar kemungkinan anda sampai
akhir hidup anda akan berkarier sebagai guru besar”.
g. Masa
Ketergantungan
Masa dewasa awal ini
adalah masa dimana ketergantungan pada masa dewasa biasanya berlanjut.
Ketergantungan ini mungkin pada orangtua, lembaga pendidikan yang memberikan
beasiswa sebagian atau sepenuh atau pada pemerintah karena mereka memperoleh
pinjaman untuk membiayai pendidikan mereka.
h. Masa
perubahan nilai
Beberapa alasan
terjadinya perubahan nilai pada orang dewasa adalah karena ingin diterima pada
kelompok orang dewasa, kelompok-kelompok sosial dan ekonomi orang dewasa.
i.
Masa Kreatif
Bentuk
kreativitas yang akan terlihat sesudah orang dewasa akan tergantung pada minat
dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan
kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya. Ada yang
menyalurkan kreativitasnya ini melalui hobi, ada yang menyalurkannya melalui
pekerjaan yang memungkinkan ekspresi kreativitas.
HASIL
– HASIL PENELITIAN PSIKOLOGI DEWASA AWAL
Hasil penelitian dewasa awal lebih banyak mengarah
pada hubungan sosial, dan perkembangan intelektual, pekerjaan dan perkawinan di
usia dewasa awal, dan pengoptimalan perkembangan dewasa awal serta perilaku
penghayatan keagamaan. Beberapa hasil penelitian, diantaranya:
1. Persepsi
seks maya pada dewasa awal
Hasil penelitian oleh Ida Ayu Putu
Sri Andini, menunjukkan
bahwa baik pria maupun wanita memiliki sikap yang negatif terhadap seks maya.
Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor kebudayaan Indonesia yang masih memegang
teguh adat dan istiadat budaya timur, dimana manusia harus memperhatikan aturan
dan nilai budaya di dalam bersikap dan berperilaku. Menurut Azwar (dalam
Riyanti dan Prabowo, 1998) kebudayaan yang berkembang dimana seseorang hidup
dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap, tanpa
disadari kebudayaan telah menanamkan pengaruh yang kuat dalam sikap seseorang
terhadap berbagai macam hal.
2. Penundaan
usia perkawinan dengan Intensi Penundaan Usia Perkwaninan
Dari hasil penelitian didapatkan hubungan
yang positif dan sangat signifikan antara sikap terhadap penundaan usia
perkawinan dengan intensi penundaan usia. Hal ini berarti mereka memiliki
keyakinan yang tinggi bahwa penundaan usia perkawinan akan memberikan
keuntungan bagi mereka, baik keuntungan dari segi biologis, psikologis, sosial
dan ekonomi. Penundaan perkawinan akan memberikan waktu lebih banyak bagi
mereka untuk membentuk identitas pribadi sebagai individu yang matang secara
biologis, psikologis, sosial dan ekonomi.
3. Kesiapan
Menikah pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja.
Adanya ketakutan
menghadapi krisis pernikahan dan berujung perceraian merupakan hal/kondisi yang
membuat wanita bekerja ragu tentang kesiapan menikah mereka. Ditambah lagi
maraknya perceraian yang dipublikasikan di media massa saat ini sehingga
dianggap menjadi menjadi fenomena biasa. Salah satu penyebab wanita yang
bekerja memutuskan untuk menunda pernikahan adalah keraguan dapat berbagi
secara mental dan emosional dengan pasangannya. Ketidaksiapan menikah yang
dimiliki wanita bekerja termanifestasi dengan adanya ketakutan menghadapi
krisis perkawinan serta ragu tentang kemampuan mereka berbagi secar mosional
dengan pasangannya kelak. Selain kesiapan psikis juga ketidak siapan fisik.
Individu yang merasa memiliki kondisi kesehatan yang tidak prima (sakit, misal
DM) cenderung ragu melangkah menuju jenjang pernikahan. Untuk mengetahui apakah
seseorang siap menikah atau tidak, ada beberapa criteria yang perlu
diperhatikan:
ü Memiliki
kemampuan mengendalikan perasaan diri sendiri.
ü Memiliki
kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak.
ü Bersedia
dan mampu menjadi pasangan menjadi pasangan dalam hubungan seksual.
ü Bersedia
untuk membina hubungan seksual yang intim.
ü Memiliki
kelembutan dan kasih saying kepada orang lain.
ü Sensitif
terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain.
ü Dapat
berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran, perasaan dan harapan.
ü Bersedia
berbagi rencana dengan orang lain.
ü Bersedia
menerima keterbatasan orang lain.
ü Memiliki
kapasitas yang baik dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan
ekonomi.
ü Bersedia
menjadi suami isteri yang bertanggung jawab.
Individu yang
memiliki kematangan emosi akan memiliki kesiapan menikah yang lebih baik,
artinya mereka mampu mengatasi perubahan-perubahan dan beradaptasi setelah
memasuki pernikahan.
4. Kemandirian Dewasa Awal
Penelitian dengan judul
“Kemandirian Mahasiswi UIN Suska Ditinjau dari Kesadaran Gender” ini,
membuktikan bahwa bahwa perbedaan perlakuan yang diterima anak laki-laki dan
perempuan sejak lahir akan mempengaruhi tingkat kemandirian. Semakin tinggi
kesadaran gender maka semakin tinggi kemandirian pada Mahasiswa UIN Suska Riau.
Dengan makin tingginya kesadaran gender yang dimiliki mahasiswi UIN Suska Riau
lebih mandiri dibandingkan dengan mahasiswi yang tidak memiliki kesadaran
gender atau memiliki kesadaran gender yang rendah. Mahasiswi yang memiliki
kemandirian tinggi akan lebih mudah menghadapi kehidupan, tantangan yang
dihadapinya, serta menjalin hubungan yang mantap dalam kehidupan sosialnya.
5. Perilaku
Perkembangan penghayatan Identitas dan Nilai-Nilai Agama dalam Kehidupan
Sehari-Hari. Perkembangan
Identitas Diri dalam Area Agama
Penelitian dengan judul “Perkembangan
Identitas Diri Dalam Area Agama pada Remaja Akhir”[6] ini adalah studi
deskriptif pada mahasiswa di Fakultas Psikologi UIN Suska Riau, dengan usia
sample 18 – 22 tahun Menurut Hurlock, usia ini sudah memasuki usia Dewasa Awal. Penelitian ini
menghasilkan kesimpulan bahwa remaja akhir yang berstatus sebagai mahasiswa
Fakultas Psikologi berada pada status identitas diri yang ideal. Penelitian dengan judul
“Hubungan Antara Sikap Terhadap Aspek Kehalalan dengan perilaku Membeli produk
Makanan dan Minuman Halal pada Mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN SUSQA Pekanbaru”. membuktikan bahwa
semakin positif sikap terhadap aspek kehalalan, maka semakin meningkat perilaku
membeli produk makanan dan minuman halal. Subjek memiliki pengetahuan tantang
masalah kehalalan, sehingga subjek memiliki persepsi dan keyakinan bahwa
kehalalan adalah hal yang mendasar dalam kaitannya dengan produk makanan dan
minuman yang dikonsumsinya. Subjek meyakini bahwa bahan yang terkandung dan
proses yang dilalui dalam pembuatan produk tersebut memiliki titik kritis untuk
kehalalan pangan. Subjek juga membentuk afek yang mendukung keyakinan tersebut,
serta reaksi fisiologis yang sesuai dengan kepercayan dan keyakinan yang
dimilikinya. Selanjutnya juga muncul keinginan dan kecenderungan untuk
melakukan sesuatu yang selaras dengan kepercayaan dan perasaan tersebut.
OPTIMALISASI
PERKEMBANGAN DEWASA AWAL
Dewasa
awal adalah masa dimana seluruh potensi sebagai manusia berada pada puncak
perkembangan baik fisik maupun psikis. Masa yang memiliki rentang waktu antara
20 – 40 tahun adalah masa-masa pengoptimalan potensi yang ada pada diri
individu. Jika masa ini bermasalah, akan mempengaruhi bahkan kemungkinan
individu mengalami masalah yang paling serius pada masa selanjutnya.
Menurut
Vailant (1998)[8], membagi masa dewasa awal menjadi tiga masa, yaitu masa
pembentukan (20 – 30 tahun) dengan tugas perkembangan mulai memisahkan diri
dari orang tua, membentuk keluarga baru dengan pernikahan dan mengembangkan
persahabatan. Masa konsolidasi (30 – 40 tahun), yaitu masa konsolidasi karir
dan memperkuat ikatan perkawinan. Masa transisisi (sekitar usia 40 tahun),
merupakan masa meninggalkan kesibukan pekerjan dan melakukan evaluasi terhadap
hal yang telah diperoleh.
§ Tugas-Tugas
Perkembangan Dewasa Awal
Optimalisasi perkembangan dewasa awal
mengacu pada tugas-tugas perkembangan dewasa awal menurut R.J. Havighurst
(1953)[9], telah mengemukakan rumusan tugas-tugas perkembangan dalam masa
dewasa awal sebagai berikut:
1.
Memilih teman bergaul
(sebagai calon suami atau istri)
Setelah
melewati masa remaja, golongan dewasa muda semakin memiliki kematangan
fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi, yaitu
mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya. Dia mencari pasangan
untuk bisa menyalurkan kebutuhan biologis.
Mereka
akan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan
dalam perkawinan ataupun untuk membentuk kehidupan rumah tangga berikutnya.
Mereka akan menentukan kriteria usia, pendidikan, pekerjaan, atau suku bangsa
tertentu, sebagai prasyarat pasangan hidupnya. Setiap orang mempunyai kriteria
yang berbeda-beda.
2. Belajar
hidup bersama dengan suami istri
Dari
pernikahannya, dia akan saling menerima dan memahami pasangan masing-masing,
saling menerima kekurangan dan saling bantu membantu membangun rumah tangga.
Terkadang terdapat batu saandungan yang tidak bisa dilewati, sehingga berakibat
pada perceraian. Ini lebih banyak diakibatkan oleh ketidak siapan atau ketidak
dewasaan dalam menanggapi masalah yang dihadapi bersama.
3. Mulai
hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
Masa
dewasa yang memiliki rentang waktu sekitar 20 tahun (20 – 40) dianggap sebagai
rentang yang cukup panjang. Terlepas dari panjang atau pendek rentang waktu tersebut,
golongan dewasa muda yang berusia di atas 25 tahun, umumnya telah menyelesaikan
pendidikannya minimal setingkat SLTA (SMU-Sekolah Menengah Umum), akademi atau
universitas. Selain itu, sebagian besar dari mereka yang telah menyelesaikan
pendidikan, umumnya telah memasuki dunia pekerjaan guna meraih karier
tertinggi. Dari sini, mereka mempersiapkan dan membukukan diri bahwa mereka
sudah mandiri secara ekonomis, artinya sudah tidak bergantung lagi pada orang
tua. Sikap yang mandiri ini merupakan langkah positif bagi mereka karena
sekaligus dijadikan sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga
yang baru. Belajar mengasuh anak-anak.
4. Mengelolah
rumah tangga
Setelah
menjadi pernikahan, dia akan berusaha mengelolah rumah tangganya. Dia akan berusaha
membentuk, membina, dan mengembangkan kehidupan rumah tangga dengan
sebaik-baiknya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup. Mereka harus dapat
menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan pasangan hidup masing-masing. Mereka
juga harus dapat melahirkan, membesarkan, mendidik, dan membina anak-anak dalam
keluarga. Selain itu, tetap menjalin hubungan baik dengan kedua orang tua
ataupun saudara-saudaranya yang lain.
5. Mulai
bekerja dalam suatu jabatan
Usai
menyelesaikan pendidikan formal setingkat SMU, akademi atau universitas,
umumnya dewasa muda memasuki dunia kerja, guna menerapkan ilmu dan keahliannya.
Mereka berupaya menekuni karier sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki,
serta memberi jaminan masa depan keuangan yang baik. Bila mereka merasa cocok dengan
kriteria tersebut, mereka akan merasa puas dengan pekerjaan dan tempat kerja.
Sebalik-nya, bila tidak atau belurn cocok antara minat/ bakat dengan jenis
pekerjaan, mereka akan berhenti dan mencari jenis pekerjaan yang sesuai dengan
selera. Tetapi kadang-kadang ditemukan, meskipun tidak cocok dengan latar
belakang ilrnu, pekerjaan tersebut memberi hasil keuangan yang layak {baik),
mereka akan bertahan dengan pekerjaan itu. Sebab dengan penghasilan yang layak
(memadai), mereka akan dapat membangun kehidupan ekonomi rumah tangga yang
mantap dan mapan. Masa dewasa muda adalah masa untuk mencapai puncak prestasi.
Dengan semangat yang menyala-nyala dan penuh idealisme, mereka bekerja keras
dan bersaing dengan teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua) untuk
menunjukkan prestasi kerja. Dengan mencapai prestasi kerja yang terbaik, mereka
akan mampu memberi kehidupan yang makmur-sejahtera bagi keluarganya.
6. Mulai
bertangungjawab sebagai warga Negara secara layak
Warga
negara yang baik adalah dambaan bagi setiap orang yang ingin hidup tenang,
damai, dan bahagia di tengah-tengah masyarakat. Warga negara yang baik adalah
warga negara yang taat dan patuh pada tata aturan perundang-undangan yang
ber-laku. Hal ini diwujudkan dengan cara-cara, seperti (1) mengurus dan memiliki
surat-surat kewarganegaraan (KTP, akta kelahiran, surat paspor/visa bagi yang
akan pergi ke luar negeri), (2) mem-bayar pajak (pajak televisi, telepon,
listrik, air. pajak kendaraan bermotor, pajak penghasilan), (3) menjaga
ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengendalikan diri agar tidak tercela
di mata masyarakat, dan (4) mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial di
masyarakat (ikut terlibat dalam kegiatan gotong royong, kerja bakti
membersihkan selokan, memperbaiki jalan, dan sebagainya). Tugas-tugas
perkembangan tersebut merupakan tuntutan yang harus dipenuhi seseorang, sesuai
dengan norma sosial-budaya yang berlaku di masyarakat. Bagi orang tertentu,
yang menjalani ajaran agama (rnisalnya hidup sendiri/selibat), mungkin tidak
mengikuti tugas perkembangan bagian ini, yaitu mencari pasangan hidup dan
membina kehidupan rumah tangga. Baik disadari atau tidak, setiap orang dewasa
muda akan melakukan tugas perkembangan tersebut dengan baik.
7. Memperoleh
kelompok sosial yang seirama dengan nilai-nilai pahamnya
Masa
dewasa awal ditandai juga dengan membntuk kelompok-kelompok yang sesuai dengan
nilai-nilai yang dianutnya. Salah satu contohnya adalah membentuk ikatan sesuai
dengan profesi dan keahlian.
MASALAH PERKEMBANGAN
PADA DEWASA AWAL
Dengan bertambahnya usia, semakin bertambahpula
masalah-masalah yang menghampiri. Dewasa awal adalah masa transisi, dari remaja
yang huru-hara, kemasa yang menuntut tanggung jawab. Tidak bisa dipungkiri
bahwa banyak orang dewasa awal mengalami masalah-masalah dalam perkembangannya.
Masalah-masalah itu antara lain:
§ Penentuan
identitas diri ideal vs kekaburan identitas
Dewasa awal merupakan kelanjutan
dari masa remaja. Penemuan identitas diri adalah hal yang harus pada masa ini.
Jika masa ini bermasalah, kemungkinan individu akan mengalami kekaburan
identitas.
§ Kemandirian
vs tidak mandiri
§ Sukses
meniti jenjang pendidikan dan karir vs gagal menempuh jenjang pendidikan dan
karir.
§ Menikah
vs tidak menikah (lambat menikah)
§ Hubungan
sosial yang sehat vs menarik diri
Dalam
menjalani masa dewasa awal, ada beberapa masalah yang menjadi penghambat
perkembangan. Khusus dalam masa dewasa awal, diantara penghambat yang sangat
penting sehingga menyukarkan penguasaan tugas-tugas perkembangan, diantranya :
v Latihan
yang tidak berkesinambungan (discontinuities); sebagai salah satu penghambat
penguasaan tugas-tugas perkembangan dewasa awal, berhubungan erat dengan
pengalaman-pengalaman belajar dan latihan masa lalu.
v Perlindungan
yang berlebihan (over protectiveness); Bersangkutan dengan pola asuh orangtua
yng pernah dialami dalam masa kanak-kanak.
v Perpanjangan
pengaruh-pengaruh peer-group (prolongation of peer-group influences); Satu
diantara penghambat bagi orang dewasa awal dalam menguasai tugas-tugas
perkembangan. Disini akan terlihat pengaruh kelompok-kelompok khusus bagi
perkembangan dewasa awal.
v Inspirasi-inspirasi
yang tidak realistis (unrealistic aspiration); Kesukaran-kesukaran dewasa awal,
dapat ditimbulkan oleh konsep-konsep yang tidak realistis dalam benak pada
dewasa awal (yang baru meninggalkan masa remaja) tentang apa yang diharapkan
dengan apa yang dapat dicapai.
Masa
dewasa adalah masa yang sangat panjang (20 – 40 tahun), dimana sumber potensi
dan kemampuan bertumpu pada usia ini. Masa ini adalah peralihan dari masa
remaja yang masih dalam ketergantungan menuju masa dewasa, yang menuntut
kemandirian dan diujung fase ini adalah fase dewasa akhir, dimana kemampuan
sedikit demi sedikit akan berkurang. Sehingga masa dewasa awal adalah masa yang
paling penting dalam hidup seseorang dalam masa penitian karir/pekerjaan/sumber
penghasilan yang tetap.
Masa
ini juga adalah masa dimana kematangan emosi memegang peranan penting.
Seseorang yang ada pada masa ini, harus bisa menempatkan dirinya pada situasi
yang berbeda; problem rumah tangga, masalah pekerjaan, pengasuhan anak, hidup
berkeluarga, menjadi warga masyarakat, pemimpin, suami/istri membutuhkan
kestabilan emosi yang baik.
TUGAS TEORI PERKEMBANGAN
Salah satu prinsip perkembangan
bahwa setiap individu akan mengalami fase perkembangan tertentu, yang merentang
sepanjang hidupnya. Pada setiap fase perkembangan ditandai dengan adanya
sejumlah tugas-tugas perkembangan tertentu yang seyogyanya dapat dituntaskan.
Tugas–tugas perkembangan ini
berkenaan dengan sikap, perilaku dan keterampilan yang seyogyanya dikuasai
sesuai dengan usia atau fase perkembangannya. Havighurst (Abin Syamsuddin
Makmun, 2009) memberikan pengertian tugas-tugas perkembangan bahwa: “A
developmental task is a task which arises at or about a certain period in the
life of the individual, succesful achievement of which leads to his happiness
and to success with later task, while failure leads to unhappiness in the
individual, disaproval by society, difficulty with later task”..
Tugas
perkembangan individu bersumber pada faktor–faktor: (1) kematangan fisik; (2) tuntutan masyarakat secara kultural; (3)
tuntutan dan dorongan dan cita-cita individu itu sendiri; dan (4) norma-norma agama. Untuk lebih jelasnya,
di bawah ini dikemukakan rincian tugas perkembangan dari setiap fase
menurut Havighurst.
1. Tugas
Perkembangan Masa Bayi dan Kanak-Kanak Awal (0,0–6.0)
-
Belajar berjalan pada
usia 9.0 – 15.0 bulan.
-
Belajar memakan makan
padat.
-
Belajar berbicara.
-
Belajar buang air kecil
dan buang air besar.
-
Belajar mengenal
perbedaan jenis kelamin.
-
Mencapai kestabilan
jasmaniah fisiologis.
-
Membentuk konsep-konsep
sederhana kenyataan sosial dan alam.
-
Belajar mengadakan
hubungan emosional dengan orang tua, saudara, dan orang lain.
Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk
dan pengembangan kata hati.
2. Tugas
Perkembangan Masa Kanak-Kanak Akhir dan Anak Sekolah (6,0-12.0)
-
Belajar memperoleh
keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
-
Belajar membentuk sikap
yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis.
-
Belajar bergaul dengan
teman sebaya.
-
Belajar memainkan
peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
-
Belajar keterampilan
dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
-
Belajar mengembangkan
konsep-konsep sehari-hari.
-
Mengembangkan kata
hati.
-
Belajar memperoleh
kebebasan yang bersifat pribadi.
-
Mengembangkan sikap
yang positif terhadap kelompok sosial.
3. Tugas
Perkembangan Masa Remaja (12.0-21.0)
-
Mencapai hubungan yang
lebih matang dengan teman sebaya.
-
Mencapai peran sosial
sebagai pria atau wanita.
-
Menerima keadaan fisik
dan menggunakannya secara efektif.
-
Mencapai kemandirian
emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
-
Mencapai jaminan
kemandirian ekonomi.
-
Memilih dan
mempersiapkan karier.
-
Mempersiapkan
pernikahan dan hidup berkeluarga.
-
Mengembangkan
keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.
-
Mencapai perilaku yang
bertanggung jawab secara sosial.
-
Memperoleh seperangkat
nilai sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam berperilaku.
4. Tugas
Perkembangan Masa Dewasa Awal
-
Memilih pasangan.
-
Belajar hidup dengan
pasangan.
-
Memulai hidup dengan
pasangan.
-
Memelihara anak.
-
Mengelola rumah tangga.
-
Memulai bekerja.
-
Mengambil tanggung
jawab sebagai warga negara.
-
Menemukan suatu
kelompok yang serasi.
Sementara itu, Depdiknas (2003) memberikan rincian
tentang tugas perkembangan masa remaja untuk usia tingkat SLTP dan SMTA, yang
dijadikan sebagai rujukan Standar Kompetensi Layanan Bimbingan dan Konseling di
sekolah, yaitu :
a. Tugas
Perkembangan Tingkat SLTP
§ Mencapai
perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
§ Mempersiapkan
diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis yang
terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat.
§ Mencapai
pola hubungan yang baik dengan teman sebaya
dalam peranannya sebagai pria atau wanita.
§ Memantapkan
nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan sosial yang
lebih luas.
§ Mengenal
kemampuan bakat, dan minat serta arah kecenderungan karier dan apresiasi seni.
§ Mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya untuk mengikuti dan
melanjutkan pelajaran dan atau
mempersiapkan karier serta berperan dalam kehidupan masyarakat.
§ Mengenal
gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial dan
ekonomi.
§ Mengenal
sistem etika dan nilai-nilai sebagai pedoman hidup sebagai pribadi, anggota
masyarakat dan minat manusia.
b.
Tugas Perkembangan Peserta didik SLTA
§ Mencapai
kematangan dalam beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa
§ Mencapai
kematangan dalam hubungan teman sebaya, serta kematangan dalam perannya sebagai pria dan wanita.
§ Mencapai
kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat
§ Mengembangkan
penguasaan ilmu, teknologi, dan kesenian sesuai dengan program kurikulum,
persiapan karir dan melanjutkan pendidikan tinggi serta berperan dalam
kehidupan masyarakat yang lebih luas.
§ Mencapai
kematangan dalam pilihan karir
§ Mencapai
kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional,
sosial, intelektual dan ekonomi.
§ Mencapai
kematangan gambaran dan sikap tentang berkehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
§ Mengembangkan
kemampuan komunikasi sosial dan intelektual serta apresiasi seni.
§ Mencapai
kematangan dalam sistem etika dan nilai.
Salah
satu prinsip perkembangan bahwa setiap individu akan mengalami fase
perkembangan tertentu, yang merentang sepanjang hidupnya. Pada setiap fase
perkembangan ditandai dengan adanya sejumlah tugas-tugas perkembangan tertentu
yang seyogyanya dapat dituntaskan.
Tugas–tugas
perkembangan ini berkenaan dengan sikap, perilaku dan keterampilan yang
seyogyanya dikuasai sesuai dengan usia atau fase perkembangannya. Havighurst
(Abin Syamsuddin Makmun, 2009) memberikan pengertian tugas-tugas perkembangan
bahwa: “A developmental task is a task which arises at or about a certain
period in the life of the individual, succesful achievement of which leads to
his happiness and to success with later task, while failure leads to
unhappiness in the individual, disaproval by society, difficulty with later
task”..
Tugas
perkembangan individu bersumber pada faktor–faktor: (1) kematangan fisik; (2) tuntutan masyarakat secara kultural; (3)
tuntutan dan dorongan dan cita-cita individu itu sendiri; dan (4) norma-norma agama. Untuk lebih jelasnya,
di bawah ini dikemukakan rincian tugas perkembangan dari setiap fase
menurut Havighurst.
1. Tugas
Perkembangan Masa Bayi dan Kanak-Kanak Awal (0,0–6.0)
§ Belajar
berjalan pada usia 9.0 – 15.0 bulan.
§ Belajar
memakan makan padat.
§ Belajar
berbicara.
§ Belajar
buang air kecil dan buang air besar.
§ Belajar
mengenal perbedaan jenis kelamin.
§ Mencapai
kestabilan jasmaniah fisiologis.
§ Membentuk
konsep-konsep sederhana kenyataan sosial dan alam.
§ Belajar
mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara, dan orang lain.
§ Belajar
mengadakan hubungan baik dan buruk dan pengembangan kata hati.
2. Tugas
Perkembangan Masa Kanak-Kanak Akhir dan Anak Sekolah (6,0-12.0)
§ Belajar
memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
§ Belajar
membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis.
§ Belajar
bergaul dengan teman sebaya.
§ Belajar
memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
§ Belajar
keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
§ Belajar
mengembangkan konsep-konsep sehari-hari.
§ Mengembangkan
kata hati.
§ Belajar
memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi.
§ Mengembangkan
sikap yang positif terhadap kelompok sosial.
3. Tugas
Perkembangan Masa Remaja (12.0-21.0)
§ Mencapai
hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
§ Mencapai
peran sosial sebagai pria atau wanita.
§ Menerima
keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.
§ Mencapai
kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
§ Mencapai
jaminan kemandirian ekonomi.
§ Memilih
dan mempersiapkan karier.
§ Mempersiapkan
pernikahan dan hidup berkeluarga.
§ Mengembangkan
keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.
§ Mencapai
perilaku yang bertanggung jawab secara sosial.
§ Memperoleh
seperangkat nilai sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam berperilaku.
4.
Tugas Perkembangan Masa
Dewasa Awal
§ Memilih
pasangan.
§ Belajar
hidup dengan pasangan.
§ Memulai
hidup dengan pasangan.
§ Memelihara
anak.
§ Mengelola
rumah tangga.
§ Memulai
bekerja.
§ Mengambil
tanggung jawab sebagai warga negara.
§ Menemukan
suatu kelompok yang serasi.
Sementara
itu, Depdiknas (2003) memberikan rincian tentang tugas perkembangan masa remaja
untuk usia tingkat SLTP dan SMTA, yang dijadikan sebagai rujukan Standar
Kompetensi Layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah, yaitu :
a.
Tugas Perkembangan
Tingkat SLTP
§ Mencapai
perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
§ Mempersiapkan
diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis yang
terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat.
§ Mencapai
pola hubungan yang baik dengan teman sebaya
dalam peranannya sebagai pria atau wanita.
§ Memantapkan
nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan sosial yang
lebih luas.
§ Mengenal
kemampuan bakat, dan minat serta arah kecenderungan karier dan apresiasi seni.
§ Mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya untuk mengikuti dan
melanjutkan pelajaran dan atau
mempersiapkan karier serta berperan dalam kehidupan masyarakat.
§ Mengenal
gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial dan
ekonomi.
§ Mengenal
sistem etika dan nilai-nilai sebagai pedoman hidup sebagai pribadi, anggota
masyarakat dan minat manusia.
b.
Tugas Perkembangan
Peserta didik SLTA
§ Mencapai
kematangan dalam beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa
§ Mencapai
kematangan dalam hubungan teman sebaya, serta kematangan dalam perannya sebagai pria dan wanita.
§ Mencapai
kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat
§ Mengembangkan
penguasaan ilmu, teknologi, dan kesenian sesuai dengan program kurikulum,
persiapan karir dan melanjutkan pendidikan tinggi serta berperan dalam
kehidupan masyarakat yang lebih luas.
§ Mencapai
kematangan dalam pilihan karir
§ Mencapai
kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional,
sosial, intelektual dan ekonomi.
§ Mencapai
kematangan gambaran dan sikap tentang berkehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
§ Mengembangkan
kemampuan komunikasi sosial dan intelektual serta apresiasi seni.
§ Mencapai
kematangan dalam sistem etika dan nilai.
ISU
ISU
UTAMA DALAM PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
Permasalahan
mengenai perkembangan ini mulai menjadi topik perdebatan yang hangat dan
menjadi isu sentral diantara para ilmuwan semenjak muncul dan berkembanganya
ilmu psikologi. Permasalahan tersebut yakni mengenai pertanyaan-pertanyaan yang
muncul dan mengganggu pikiran para ilmuwan, diantaranya apakah perkembangan itu
merupakan bawaan ataukah lingkungan yang menjadi faktor utama pada
perkembangan? Apakah perkembangan tersebut berjalan secara kontinyu ataukah
diskontinyu? Apakah perkembangan tersebut akan stabil ataukah mengalami
perubahan setelah adanya perkembangan tersebut? Apakah yang mempengaruhi
pembentukan perkembangan individu ketika dalam masa prenatal?
Isu-isu
tersebut dalam semua aspek psikologis adalah sifat dasar belajar dan peran
sertanya dalam perkembangan karakteristik kedewasaan individu. Secara teoritis,
dalam pemikiran kita, kita telah dapat membedakan antara jenis-jenis pengaruh
yang berlainan tadi, tetapi secara praktis hal tersebut tidak dapat dibedakan
antara variable yang satu dengan variable lainnya. Oleh
karena itu, isu-isu yang menjadi permasalahan tersebut harus kita pelajari
untuk mengetahui perkembangan serta fakta-fakta yang mempengaruhi perkembangan.
Isu-Isu Penting
Dalam Psikologi Perkembangan
Isu
adalah kabar yang tidak jelas asal usulnya dan tidak terjamin kebenarannya.
Pertanyaan-pertanyaan seputar bagaimana perkembangan manusia, apakah dalam
perkembangannya dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Hal-hal tersebut yang
akhirnya mengganggu pemikiran para psikolog sejak berkembangnya ilmu psikologi,
selanjutnya perdebatan para psikolog sering kali terjadi, diantaranya :
1. Bawaan
dan Lingkungan (Nature Vs Nurture)
Salah satu pokok permasalahan yang
sering diperdebatkan diantara para ahli psikologi ialah mengenai kotroversi
bawaan-lingkungan (nature-nurture controversy) yakni, apakah perkembangan utama
yang terjadi pada tiap-tiap individu lebih dipengaruhi oleh bawaan ataukah
lebih dipengaruhi oleh lingkungan.
a. Paham
“Bawaan”
Psikolog yang
menganut paham “Bawaan” mengatakan bahwa
manusia itu berkembang secara teratur sesuai dengan gen yang dimiliki
oleh tiap individu hingga mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangannya
memiliki kesamaan dengan gen tersebut.
Paham bawaan,
banyak dipengaruhi oleh pendapat plato (427-346 SM) yang menyatakan bahwa
perbedaan-perbedaan individual mempunyai dasar genetik. Potensi individu
dipengaruhi oleh faktor keturunan. Artinya sejak lahir anak telah memiliki
bakat-bakat atau benih-benih kemampuan yang dapat di kembangkan melalui
pengasuhan dan pendidikan. Baginya, pendidikan tidak lain hanyalah upaya untuk
menarik potensi itu keluar, namun tidak menambahkan sesuatu yang baru.
Contohnya,
dengan memberikan stimulasi ringan pada telapak tangan bayi muda-belia dapat
menimbulkan gerakan menggenggam pada tangan bayi tersebut. Respon dalam bentuk
menggenggam yang diberikan oleh bayi tersebut, merupakan perintah yang
diberikan oleh DNA kepada syaraf-syaraf atau reseptor yang berada di telapak tangan.
Pada bayi yang
baru lahir, gerakan-gerakan yang dimunculkan adalah gerakan reflek dan instink.
Gerakan instink digunakan untuk mempertahankan (kehidupan) diri. Yaitu, instink
untuk makan dan minum. Untuk keperluan-keperluan yang lain, dia sangat menggantungkan
diri pada lingkungannya. Kesempatan untuk mendapatkan pertolongan dengan respon
menangis sebagai gerakan refleknya.
Anak-anak
dianggap oleh paham ini sebagai miniatur orang dewasa. Secara sosial anak-anak
juga diperlakukan layaknya orang dewasa. Selain itu proses-proses yang
mendasari cara berpikir dan perbuatan yang dilakukan oleh anak tersebut dianggap sama seperti
orang dewasa. Dan apabila ia melakukan perbuatan menyimpang dari standart orang
dewasa, anak tersebut dianggap bodoh dan tolol. Sementra jika anak melakukan
perbuatan ang melanggar norma sosial dan moral, maka ia dianggap telah
melakukan sebuah kejahatan dan menerima hukuman seperti orang dewasa.
Paham ini juga
menyatakan bahwa lingkungan ekstrim, yakni berupa kondisi psikolois yang hampa
dan bermusuhan, merpakan faktor yang dapat menghambat laju perkembangan
individu. Akan tetapi, mereka tetap yakin bahwa
kebutuhan akan pertumbuhan dasar pada individu tersebut telah terpenuhi.
b. Paham
“Lingkungan”
Berlawanan
dengan paham bawaan tersebut, pada paham kedua, psikolog lain mengemukakan
bahwa perkembangan pada tiap individu lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Lingkungan memberikan kontribusi yang sangat besar pada perkembangan individu.
Seluruh tingkah
laku yang muncul, merupakan tingkah laku yang telah dipelajari sebelumnya atau
dengan kata lain di butuhkan adanya pengalaman belajar terhadap lingkungan. Dan
proses perkembangan tersebut tidak tergantung pada faktor hereditas. Faktor
hereditas hanya merupakan sebagian kecil yang dapat mempengarihi perkembangan
manusia.
Paham
lingkungan, dipengaruhi oleh pendapat John Locke (1632-1704), yang mengemukakan
pendapat bahwa pengalaman dan pendidikan merupkan faktor yang peling menentukan
dalm perkembangan anak. Ia tidak mengakui adanya kemampuan bawaan (innate
knowledge). Ia mengibaratkan isi kejiwaan anak ketika dilahirkan layaknya
secarik kertas kosong, dimana bentuk dan corak krtas tersebut nantinya sangat
ditentukan oleh bagaimana kertas itu ditulisi.
Pengalaman yang
dimaksud ialah mencakup pengalaman terhadap lingkungan biologis anak-gizi,
perawatan kesehatan, obat dan kecelakaan fisik, sampai pada lingkungan
sosial-keluarga, teman sebaya, sekolah, masyarakat, media dan budaya.
Contohnya,
seorang anak yang merasa takut dengan adanya orang yang baru/asing yang tak
pernah ia kenal/tidak akrab dengannya. Menurut Hebb dalam bukunya a Text Book
of Psychology. Dalam penelitiannya mengenai contoh tadi, menyatakan bahwa
ketakutan yang dirasakan anak tersebut, merupakan hasil dari pembelajarannya selama
ini untuk menyukai seseorang. Dan ketika orang yang ditemui tersebut adalah
orang yang jarang jarang atau tidak pernah didekatnya, maka anak tersebut
cenderung akan merasa asing dan ketakutan sebagai bentuk respon yang ia
berikan.
2. Kontinuitas
dan Diskontinuitas
Permasalahan atau isu yang kedua
ialah bagaimana laju perkembangan itu sendiri. apakah berjalan secara kontinyu
ataukah diskontinyu. Dalam buku Life Span Development, John W. Santrock,
memberikan dua opsi. Yang pertama, mengibaratkan pertumbuhan manusia itu secara berangsur
layaknya pertumbuhan bibit hingga menjadi sebuah pohon raksasa, dimana
pertumbuhannya berjalan lambat. Ia juga menggambarkan bahwa pertumbuhan manusia
itu layaknya ulat yang kemudian berubah menjadi kupu-kupu, dimana perkembangannya
berjalan lebih cepat.
a. Paham
“Kontinuitas”
Sebagian
psikolog berpendapat bahwa perkembangan manusia itu berjalan secara kontinyu.
Maksud dari kontinuitas perkembangan (continuity of development) adalah
pandangan bahwa perkembangan meliputi perubahan yang berangsur-angsur, sedikit
demi sedikit, dari pembuahan hingga kematian.
Paham ini
mengatakan bahwa perkembangan manusia itu berjalan secara mulus dari waktu ke
waktu melalui tahapan-tahapan perkembangan secara urut. Proses yang berjalan
merupakan suatu proses pembelajaran bagi manusia dengan tujuan meraih
kesuksesan tahap selanjutnya.
Contohnya,
ketika seorang anak berhasil berjalan dengan jarak tiga langkah kaki orang
dewasa menuju pada ibunya yang sedang membawa susu, itu semua merupakan hasil
dari latihan yang dia lakaukan selama beberapa waktu. Ia juga telah melewati
beberapa tahapan secara urut seperti tengkurap, duduk, merangkak hingga
berjalan.
b. Paham
“Diskotinuitas”
Paham kedua
mengenai laju perkembangan yakni diskontinuitas, yang memiliki pandangan yang
bertentangan dengan pandangan yang pertama. Diskontinuitas perkembangan yaitu
perkembangan yang meliputi tahapan-tahapan yang khas atau berbeda dalam masa
hidupnya. Dalam paham ini individu di gambarkan memiliki kemampuan lebih besar
pada suatu tahapan.
Contohnya pada
suatu saat anak berubah dari tidak mampu berpikir abstrak mengenai dunia
tiba-tiba ia mampu berpikir abstrak abstrak mengenai dunia. Maksudnya berfikir
abstrak adalah memikirkan sesautu yang sulit dibuktikan dan diwujudkan. Dan perubahannya
cenderung mengarah pada kondisi psikis.
3. Stabilitas
dan perubahan
Permasalahan yang ke-3 ialah apakah
perkembangan itu stabil ataukah mengalami perubahan selama beberapa waktu.
a. Paham
Stabilitas
Stabilitas
perkembangan ialah perkembangan yang terjadi pada diri inividu sejak kecil
hingga mencpai usia yang lebih tua tidak mengalami perbedaan atau tetap. Contohnya : seorang
anak TK, yang cenderung merasa malu-malu untuk berkenalandengan teman hingga
ketika ia memasuki perguruan tinggi pun, ia tetap merasakan malu terhadap
kontak sosial dilingkungan baru, ia akan bersikap dengan sikap yang sama,
malu-malu. Dari
contoh tersebut, terlihat bahwa sikap perkembangan anak tersebut cenderung
tetap, meski telah melewati waktu yang cukup lama.
b. Paham
Perubahan
Paham perubahan
mengatakan bahwa perkembangan manusia itu mengalami perubahan perkembangan pada
diri individu hingga mengakibatkan adanya perbedaan dengan masa-masa
sebelumnya.
Klaus Riegel
(1975) berpendapat bawa perubahan, bukan stabilitas merupakan kunci untuk
mengalami perkembangan. Pandangan Riegel Tersebut dikenal dengan model
Dialegtis (Dialectical Model) yang mencatakan bahwa setiap individu terus
berubah karna brbagai kekuatan yang mendorong dan menarik perkembangn kedepan,
dalam model dialektis ini tiap orang dipandang bertindak berdasarkan dan
bereaksi terhadap kondisi2 sosial kesejahteraan.[9]
4. Pengalaman
sebelum dan pengalaman kemudian
a. Pengalaman
sebelumnya.
Beberapa ahli
perkembangan menyatakan bahwa bila bayi tidak mengalami pengasuhan dari pemeliharaan
yang hangat pada tahun pertama kehidupan perkembangan mereka tidak akan pernah
optimal (Bowbly,1989)[10]
Pengalaman pada
masa pertama kehidupan memberikan pengaruh yang sangat besardalam perkembangan
individu. Pengalaman-pengalaman tersebut merupakan pembekalan awal untuk proses
perkembangan selanjutnya.
b. Pengalaman
kemudian
Para ahli yang
mendukung paham ini menyatakan bahwa anak-anak dapat di tempa sepanjang
perkembangan dan pengasuhan sebelum dan kemudian berkedudukan sama pentingnya.
Ahli perkembangan
masa hidup menyatakan bahwa pengalaman-pengalaman sebelumnya merupakan
penyumbang penting bagi perkembangan, tetapi tidak lebih penting dari pada
pengalaman-pengalaman kemudian (Baltes, 1987).
5. Pengaruh
Masa Prenatal terhadap perkembangan individu dalam jangka panjang.
Perkembangan
manusia pada masa prenatal ini sangatlah penting dan sangatlah besar
pengaruhnya bagi perkembangan individu dalam tahap-tahap perkembangan kehidupan
selanjutnya. Pada masa ini kondisi rahimlah yang sangat menentukan perkembangan
janin.
Pada umumnya rahim
merupakan lingkungan yang sangat nyaman dan terlindung dari setiap gangguan.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika kondisi tersebut berubah disebabkan
oleh pengaruh-pengaruh dari luar hingga akibat terparah yang akan terjadi pada
janin ialah kerusakan-kerusakan pada sel yang sedang terbentuk pada janin
tersebut. Dan pada akhirnya bayi tersebut akan terlahir dengan kondisi cacat
atau mengalami kelatarbelakangan mental.
Berikut
ini beberapa fakta yang dapat mempengaruhi perkembangan masa prenatal :
a.
Kesehatan ibu
Kondisi
kesehatan ibu terutama jika kondisi ibu tersebut mengidap penyakit kotor sangat
berpengaruh negativ pada perkembangan anak.[11]
b.
Gizi ibu
Asupan-asupan
gizi yang cukup besar pengaruhnya karena janin yang sedang berkembang sangat
bergantung pada gizi ibunya. Jika kandungan gizi pada diri ibu sangat minim/
buruk atau sang ibu mengalami kelaparan, maka kecenderungan bayi yang akan
dilahirkan dalam kondisi cacat kemungkinan besar bisa terjadi.
c.
Pemakaian bahan-bahan
kimiawi oleh ibu
§ Obat-obatan.
Jika ibu diketahui mengkonsumsi
obat penenang pada tiga bulan pertama kandungan, efek samping dari obat
tersebut tidak akan berpengaruh pada diri ibu akan tetapi efek samping pada
janin ibu sangat besar pengaruhnya karena dapat menghambat pertumbuhan lengan
dan kaki janin.
§ Alcohol.
Bila ibu merupakan pengkonsumsi
alcohol dalam jumlah yang banyak ataupun sedikit, khususnya pada tiga bulan
pertama pada kehamilan, menuru beberapa ahli hal tersebut dapat meningkatkan
sindrom alcohol pada janin.
§ Nikotin
atau rokok.
Zat yang terkandung dalam rokok
memberikan pengaruh buruk pada kondisi kesehatan bayi. Hal tersebut
mengakibatkan bobot kelahiran menjadi berkurang, aborsi spontan, lahir
prematur, sindrom kematian pada anak kelahiran prematur serta penyesuaian diri
yang buruk. Hal tersebut disebabkan keabnormalan struktural pada plasenta serta
meningkatkannya pada monoksida dalam aliran darah ibu dan janin, Serta beberapa bahan
kimia lainnya.
d.
Keadaan dan ketegangan
emosi ibu
Selama
masa prenatal kondisi emosional ibu sangat berpengaruh pada perubahan psikologi
bayi. Ibu yang memiliki kecemasan yang berat selama masa kehamilan
diasosiasikan terjadi aborsi spontan, kesulitan proses kehamilan, kelahiran
prematur dan bayi yang akan dilahirkan cenderung mengalami kesulitan bernafas
dan penurunan berat badan. Selain itu tangisan serta aktifitas yang muncul dari
bayi cenderung lebih meningkat.
e.
Usia ibu telalu tua
atau terlalu muda, keduanya kurang menguntungkan bagi perkembangan bayi dalam
rahim
f.
Ibu terlalu percaya
pada tahayul
Contohnya
ngidam ibu atau ayah yang benci pada seseorang maka anaknya mirip dengan orang
yang dibenci, dan lain sebagainya.
Sudah
sangat jelas sekali bahwa tahayul merupakan kepercayaan yang tidak ada dasarnya
serta sangat disangsikan akan kebenarannya. Dan jika kondisi ini sampai
meningkatkan kecemasan atau emosional ibu, kemungkinan kelahiran cacat bisa
terjadi. Mengenai
tahayul ini kemudian dibuktikan secara ilmiah dengan melakukan penelitian
laboratorium psikologi di Nijmegen, mengenai hal-hal yang serupa menunjukkan
adanya pengaruh keadaan hormonal terhadap perubahan psikis ibu.
6. Evaluasi
Isu Perkembangan
Proses perkembangan
manusia hendaknya tidak dipandang sepenuhnya sebagai salah satu saja, apakah
dari hereditas atau dari lingkungan atau sebagainya. Kebanyakan para ahli
perkembangan masa hidup mengakui bahwa sikap (posisi) yang ekstrim dalam isu
ini tidak bijaksana, perkembangan tidak semuanya kontinyu atau semuanya
diskontinyu, dan tidak semuanya stabilitas dan perubahan. Karena semua itu
menandai perkembangan kita sepanjang siklus masa hidup.
Lingkungan nutritif
selama masa prenatal, memberikan dampak atau pengaruh yang sangat besar
terhadap perkembangan individu di masa depannya. Faktor gen, kematangan embrio,
faktor psikiologis, serta asupan-asupan dari sang ibu. Seluruh faktor tersebut
sangat menunjang dan menentukan bagaimana dan seperti bayi akan terlahir
nantinya.
TAHAPAN PERKEMBANGAN
PERIODESASI PERKEMBANGAN YANG BERDASARKAN BIOLOGIS
Periodesasi berdasarkan
biologis adalah periodesasi yang pembahasannya berdasarkan pada kondisi atau
proses pertumbuhan biologis anak, karena pertumbuhan bilogis ikut berpengaruh
terhadap perkembangan kejiwaan seorang anak.
Para ahli yang termasuk dalam kelompok ini antara
lain adalah :
a)
Kretschmer
Kretschmer
membagi perkembangan anak menjadi 4 (empat) fase, yaitu:
Ø Fullungsperiode
I
Yaitu pada umur 0;0 – 3;0. Pada
masa ini dalam keadaan pendek, gemuk, bersikap terbuka, mudah bergaul dan mudah
didekati.
Ø Strecungsperiode
I
Yaitu pada umur 3;0 – 7;0. Kondisi
badan anak nampak langsing, sikap anak cenderung tertutup, sukar bergaul dan
sulit didekati
Ø Fullungsperiode
II
Yaitu pada umur 7;0 –13;0. Kondisi
fisik anak kembali menggemuk
Ø Strecungsperiode
II
Yaitu pada umur 13;0 – 20;0. Pada
saat ini kondisi fisik anak kembali langsing
b)
Aristoteles
Aristoteles
merumuskan perkembangan anak dengan 3 (tiga) fase perkembangan yakni:
Ø Fase
I
Yaitu pada usia 0;0 –7;0 yang
disebut masa anak kecil dan kegiatan pada fase ini hanya bermain.
Ø Fase
II
Yaitu pada usia 7;0 –14;0 yang
disebut masa anak atau masa sekolah dimana kegiatan anak mulai belajar di
sekolah dasar
Ø Fase
III
Yaitu pada usia 14;0 – 21;0 yang disebut
dengan masa remaja atau pubertas, masa ini adalah masa peralihan dari anak menjadi
dewasa.
Aristoteles
menyebutkan pada periodesasi ini disebut sebagai periodesasi yang
berdasarkanpada biologis karena antara fase I dengan fase ke II itu ditandai
dengan adanya pergantian gigi, sedangkan antara fase ke II dengan fase ke III
ditandai dengan mulai bekerjanya organ kelengkapan kelamin.
c)
Sigmund Freued
Freued
membagi perkembangan anak menjadi 6 (enam) fase perkembangan yakni:
Ø Fase
Oral
Yaitu pada usia 0;0 – 1;0. Pada
fase ini, mulut merupakan central pokok keaktifan yang dinamis.
Ø Fase
Anal
Yaitu pada usia 1;0 – 3;0 Pada fase
ini, dorongan dan tahanan berpusat pada alat pembuangan kotoran.
Ø Fase
Falis
Yaitu pada usia 3;0 – 5;0. Pada
fase ini, alat-alat kelamin merupakandaerah organ paling perasa
Ø Fase
Latent
Yaitu pada usia 5;0 – 12/13;0 Pada
fase ini, impuls-impuls cenderung berdada pada kondisi tertekan
Ø Fase
Pubertas
Yaitu pada usia12/13;0 – 20;0 Pada
fase ini, impuls-impuls kembali menonjol. Kegiatan ini jika dapat
disublimasikan maka seorang anak akan sampai pada fase kematangan
Ø Fase
Genital
Yaitu pada usia 20 ke atas, Pada
fase ini, seseorang telah sampai pada fase dewas.
d)
Jesse Feiring Williams
Williams
membagi perkembangan anak menjadi 4 (empat) masa perkembangan yakni:
Ø Masa
Nursery dan kindergarten yaitu, pada usia 0;0 – 6;0
Ø Masa
cepat memperoleh kekuatan/tenaga, yaitu pada usia 6;0 – 10;0
Ø Masa
cepat berkembangnya tubuh, yaitu pada usia 10;0 – 14;0
Ø Masa
Adolesen yaitu pada usia 14;0 –19;0 adalah masa perubahan pola dan kepentingan
kemampuan anak dengan cepat.
PERIODESASI PERKEMBANGAN YANG BERDASARKAN PSIKOLOGIS
Pada pembagian ini para
ahli membahas gejala perkembangan jiwa anak, berorientasi dari sudut pandang
psikologis, mereka tidak lagi mendasarkan pada sudut pandang biologis ataupun
didaktis. Sehingga para ahli mengembalikan masalah kejiwaan dalam kedudukan
yang murni. Para ahli yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah :
1)
Oswald Kroh
Kroh
berpendapat bahwa pada dasarnya perkembangan jiwa anak berjalan secara
evolutiv.Dan pada umumnya proses tersebut pada waktu-waktu tertentu mangalami
kegoncangan (aktivitas revolusi), masa kegoncangan ini oleh Kroh disebut ‘Trotz
Periode’,dan biasanya tiap anak akan mengalaminya sebanyak dua kali, yakni
trotz I sekitar usia 3/4 tahun. Trotz II usia 12 tahun bagi putri dan usia 13
tahun bagi laki-laki. Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut :
Dari lahir hingga trotz
periode I disebut sebagai masa anak awal (0;0 – 03;0/04;0)
Dari Trotz periode I
hinga Trotz periode II disebut masa keserasian bersekolah (03;0/04;0 –
12;0/13;0)
Dari trotz periode II
hingga akhir masa remaja disebut masa kematangan (12;0/13;0 – 21;0)
2)
Charlotte Buhler
Charlotte
membagi perkembangan anak menjadi 5 (lima) fase, yaitu :
Fase I (0;0 – 1;0),
Pada fase ini perkembangan sikap subyektif menuju obyektif,
Fase II (1;0 – 4;0),
Pada fase ini makin meluasnya hubungan pada benda-benda sekitarnya, atau
mengenal dunia secara subyektif.
Fase III (40 – 8;0),
Pada fase ini individu memasukkan dirinya kedalam masyarakat secara obyektif,
adanya hubungan diri dengan lingkungan sosial dan mulai menyadari akan
kerja,tugas serta prestasi.
Fase IV (8;0 – 13;0),
Pada fase ini mulai munculnya minat ke dunia obyek sampai pada puncaknya, ia
mulai memisahkan diri dari orang lain dan sekitarnya secara sadar
Fase V (13;0 – 9;0)
Pada Fase ini, nulai menemukan diri yakin shyntesa sikap subyektif dan obyektif
PERIODESASI PERKEMBANGAN YANG BERDASARKAN DIDAKTIS
Periodesasi
berdasarkan didaktis adalah periodesasi yang pembahasannya berdasarkan pada
segi keperluan/materi apa kiranya yang tepat diberikan kepada anak didik pada
masa-masa tertentu, serta memikirkan tentang kemungkinan metode yang paling
efektif untuk diterapkan di dalam engajar atau mendidik anak pada masa tertentu
tersebut. Para ahli yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah :
1.
Johann Amos Comenilus
(Komensky)
Komensky
membagi perkembangan anak menjadi 4 (empat) tahap, yaitu:
·
Scola Materna (sekolah
ibu)
Yaitu pada usia 0;0 – 6;0 Pada fase
ini, anak mengembangkan organ tubuh dan panca indra di bawah asuhan ibu
(keluarga)
·
Scola Vermacula
(sekolah bahasa ibu)
Yaitu pada usia 6;0 – 12;0 pada
fase ini, anak mengembangkan pikiran, ingatan, dan perasaannya di sekolah
dengan menggunakan bahasa daerah(bahasa ibu)
·
Scola Latina (sekolah
bahasa latin)
Yaitu pada usia 12;0 – 18;0 pada
fase ini, anak mengembangkan potensinya terutama daya intelektualnya dengan
bahasa asing.
·
Academia (akademi)
adalah media pendidikan bagi anak usia 18;0 – 24;0
2.
Jean Jeaques Russeau
Didalam
bukunya yang terkenal yaitu “Emile eu du I’education” Jean Jeaques Russeau
membagi tahapan perkembangan anak antara lain:
·
Pada usia 0;0 – 2;0
tahun adalah masa asuha
·
Pada usia 2;0 – 12;0
tahun adalah masa pentingnya pendidikan jasmani dan alat-alat indera.
·
Pada usia 12;0 – 15;0
tahun adalah masa perkembangan pikiran dan masa juga terbatas
·
Pada usia 15;0 – 20;0
tahun adalah masa pentingnya pendidikan serta pembentukan watak, kesusilaan
juga pembinaan mental agama
3.
Dr. Maria Montessori
Dr.
Maria membagi perkembangan anak menjadi 4 (empat) tahap, yaitu:
·
Pada usia 1;0 – 7;0 adalah
masa penerimaan dan pengaturan rangsangan dari dunia luar dari alat dria.
·
Pada usia 7;0 – 12;0
adalah masa dimana anak sudah mulai memperhatikan masalah kesusilaan, mulai
berfungsi perasaan ethisnya yang bersumber dari kata-kata hatinya dan dia mulai
tahu kebutuhan orang lain
·
Pada usia 12;0 – 18;0
adalah masa penemuan diri serta kepuasan terhadap masalah-masalah sosial.
·
Pada usia 18;0 – 24;0
adalah masa pendidikan di perguruan tinggi, masa melatih anak akan realitas
kepentingan dunia. Ia harus mampu berfikir secara jernih, jauh dari perbuatan
yang tercela.
4.
Charles E. Skinner
Skinner
membagi perkembangan anak menjadi Prenatal Stages dan Postanal Stages dengan
perincian sebagai berikut :
v Prenatal
Stages
·
Germinal : a fortnigh
after consepsion (saat perencanaan)
·
Embryo : Dari
Consepsion sampai pada 6 bulan
·
Fetus : Dari 6 bulan
sampai ia lahir ke dunia
v Posnatal
stage
·
Parturate : Pada saan
ia lahir kedunia sampai pada
·
Neonate : 2 Bulan
pertamasetelah anak lahir kedunia
·
Infant : 2 tahun
pertama setelah anak lahir ke dunia
·
Preschool child : Pada
usia 6;0 – 9;0 tahun
·
Intermediate School :
pada usia 9;0 –12;0 tahun
·
Junior Hight School :
Pada Usia 12;0 – 19;0 tahun
TEORI - TEORI PERMULAAN
PREFORMATIONISM
Konsep perpindahan
material hidup merupakan penjelasan terhadap terbentuknya organisme dan akibat
bergabungya bentuk miniatur manusia di dalam sel telur atau sperma
(preformationism). Akan tetapi Wolf (1738-17944) menolak konsep tersebut dengan
memperhatikan perkembangan jaringan embrionik dari struktur dewasa tumbuhan dan
hewan yang berbeda, sehingga konsep preformationism digantikan dengan
epigenesis yaitu munculnya jaringan dan organ selama perkembangan organ yang
tidak ada pada pembentukan awalnya.
Awal pergerakan
Hereditas diawali oleh Charles Darwin (1809-1882) sebagai penemu teori evolusi
modern meyakini bahwa masing-masing organ tubuh dan komponennya (gemmules)
ditransportasikan oleh aliran darah ke organ seks dan dibentuk menjadi gamet.
Doktrin panganensis menunjukkan perubahan penurunan sifat terhadap
keturunannya, sehingga teorinya dibernama: (the inheritance of acquaried
characters).
Homunculus ( Bahasa
Latin untuk “manusia kecil “. Jamak : Homunculi ) adalah istilah yang
digunakan, umumnya, di berbagai bidang studi untuk mengacu pada setiap representasi
dari manusia. Sejarah itu disebut khusus untuk konsep miniatur meskipun
membentuk tubuh manusia-penuh, misalnya, dalam studi tentang alchemist dan
preformationism .
Saat ini, di bidang
ilmiah, homunculus dapat mengacu pada model skala dari tubuh manusia itu, dalam
beberapa cara, menggambarkan fisiologis , psikologis , atau karakteristik
manusia abstrak atau fungsi.
v Homunculi
di preformationism
Preformationism , teori
filosofis keturunan, menyatakan bahwa baik telur atau sperma berisi individu
lengkap disebut homunculus. Pembangunan karena itu masalah pembesaran ini
menjadi sebuah sepenuhnya terbentuk. Istilah homunculus ini kemudian digunakan
dalam diskusi tentang konsepsi dan kelahiran, Nicolas Hartsoeker menemukan ”
animalcules “di dalam semen manusia dan hewan lainnya. Ini adalah awal dari
teori spermists ‘, yang memegang kepercayaan bahwa sperma sebenarnya orang
“kecil” (homunculus) yang ditempatkan di dalam wanita untuk pertumbuhan menjadi
seorang anak. Ia kemudian mengatakan bahwa jika sperma itu adalah homunculus,
identik dalam semua tapi ukuran dewasa, maka mungkin homunculus sperma sendiri.
Hal ini menyebabkan reductio ad absurdum ( Pembuktian melalui Kontraindikasi )
, dengan rantai homunculi ” all the way down “. Ini tidak perlu dipertimbangkan
oleh spermists. Namun fatal, karena rapi menjelaskan bagaimana hal itu bahwa
“dalam Adam” semua telah berdosa : seluruh umat manusia sudah terkandung di
pinggang-Nya. Teori Spemists ini juga gagal menjelaskan mengapa anak-anak
cenderung mirip ibu mereka serta ayah mereka, meskipun beberapa percaya bahwa
spermists homunculus tumbuh berasimilasi karakteristik ibu dari lingkungan
rahim di mana mereka tumbuh.
TEORI ENVIRONMENTAL JOHN LOCK
John Locke adalah pencetus teori “Tabula Rasa” yang menganggap bahwa anak sebagai kertas
putih atau tablet yang kosong (Modul 1 Nest, 2007). Anak hidup di dalam
lingkungannya yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan seorang anak.
Melalui pengalaman-pengalaman yang dilalui anak bersama lingkungannya, akan
menentukan karakter anak. Dia sangat mempercayai bahwa untuk mendapatkan
pembelajaran dari lingkungannya, maka satu-satunya cara bagi anak adalah
mendapatkan pelatihan-pelatihan sensoris.
TEORI ROMANTIC NATURALISM
Aristoteles adalah
seorang filsuf yang membedakan matter (wujud lahiriah) dan form (isi kejiwaan).
Setiap matter, menurut Aristoteles, selalu mengandung form di dalamnya, tidak perduli apakah itu biji
jagung atau manusia. Hanya Tuhan saja merupakan form tanpa matter. Pandangan
Aristoteles ini sampai sekarang masih berpengaruh pada dunia modern kita,
antara lain dengan tetap dipakainya batas usia 21 tahun dalam kitab-kitab hokum
di berbagai Negara, sebagai batas usia dewasa. Akan tetapi pendapat Aristoteles
ini tidak didukung oleh filsuf Perancis J.J Rousseau yang hidup hamper 20 abad
kemudian (1712-1778). Rousseau menganut paham Romantic Naturalism, menyatakan
bahwa yang terpenting dalam perkembagan jiwa manusia adalah perkembangan
perasaannya. Empat tahapan menurut Rousseau adalah sebagai berikut :
a. Umur
0-4 atau 5 tahun : Masa kanak-kanak (infancy). Tahap ini di dominasi oleh
perasaan senang (pleasure) dan tidak senang (pain) dan menggambarkan tahap
evolusi di mana masih sama dengan binatang.
b. Umur 5-12 tahun : Masa bandel (savage stage).
Tahap ini mencerminkan era manusia liar, manusia pengembara dalam evolusi
manusia. Perasaan-perasaan yang dominan dalam periode ini adalah ingin
main-main, lari-lari, loncat-loncat, dan sebagainya yang pada pokoknya untuk
melatih ketajaman indera dan keterampilan anggota-anggota tubuh.
c. Umur
12-15 tahun : Bangkitnya akal (ratio), nalar (reason) dan kesadaran diri (self
consciousness). Dalam masa ini terdapat energy dan ketakutan fisik yang luar
biasa serta tumbuh keinginan tahu dan keinginan coba-coba. Dalam periode ini,
anak dianjurkan belajar tentang alam dan kesenian, tetapi yang penting adalah
proses belajarnya, bukan hasilnya. Anak akan belajar dengan sendirinya, karena
periode ini mencerminkan ilmu pengetahuan dalam evolusi manusia.
d. Umur
15-20 tahun : Dinamika masa kesempurnaan remaja (adolescence proper) da
merupakan puncak perkembangan emosi. Dalam tahap ini terjadi perubahan dari
kecenderungan memperhatikan harga diri. Gejala lain yang timbul juga dalam
tahap ini adalah bangkitnya dorongan seks. (Muss. 1968. 27-30)
Teori Rousseau yang
merekapitulasi (meringkas) perkembangan evolusi umat manusia pada perkembangan
individu manusia mempunyai pengikut di awal abad ke- 20, yaitu G.S. Hall
(1844-1924) seorang sarjana Psikologi Amerika Serikat yang oleh beberapa buku
teks disebut sebagai Bapak Psikologi Remaja. Hall juga membagi perkembangan
manusia dalam 4 tahapan yang mencerminkan tahap-tahap perkembangan umat manusia
sebagai berikut :
v Masa
kanak-kanak (infancy): 0-4 tahun, mencerminkan tahap hewan dari evolusi umat
manusia.
v Masa
ank-anak (childbood): 4-8 tahun, mencerminkan masa manusia liar, manusia yang
masih menggantungkan hidupnya pada berburu atau mencari ikan.
v Masa
muda (youth or preadolescence): 8-12 tahun, mencerminkan era manusia sudah
lebih mengenal kebudayaan, tetapi masih setengah liar (semi-barbarian).
v Masa
remaja (adolescence): 12-25 tahun, yaitu masa topan-badai (strum and drang),
yang mencerminkan kebudayaan modern yang penuh gejolak akibat pertentangan
nilai-nilai.
Seperti Rousseau juga,
Hall berpendapat bahwa mendidik anak harus dengan cara memberinya kebebasan
seluas-luasnya, karena perkembangan jiwa manusia tidak banyak dipengaruhi oleh
lingkungannya, melainkan sudah digariskan oleh alam sendiri. Hall bahkan
mengatakan bahwa remaja boleh mencari jalannya sendiri dan boleh mengkritik
orang dewasa (Jensen. 1985. 39-45)
Dari masa Aristoteles
sampai G.S. Hall tampak telah ada kesepakatan tentang adanya kurun waktu usia
tertentu yang merupakan peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, tetapi
bagaimana proses itu terjadi dalam kurun waktu usia termaksud belum ada
penjelasannya. Maka dari itu, salah satu penulis yang mencoba menerangkan
tahap-tahap perkembangan dalam kurun usia remaja adalah Petro Blos (1962). Blos
yang penganut aliran psikoanalisis berpendapat bahwa perkembangan pada
hakikatnya adalah usaha peyesuaian diri (coping), yaitu untuk secara aktif
mengatasi stress dan mencari jalan keluar baru dari berbagai masalah. Dalam
proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja,
yaitu sebagai berikut :
v Remaja
awal (early adolescence)
Pada tahap ini
remaja masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya
sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Remaja
dapat mengembangkan pikiran-pikiran yang baru, cepat teratarik pada lawan
jenis, dan mudah merasa terangsang secara erotis.
v Remaja madya (middle adolescence)
Pada
tahap ini remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ia merasa senang bila memiliki
banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai
dirinya sendiri, serta menyukai teman-temannya yang memiliki sifat sama seperti
diriya.
v Remaja
akhir (late adolescence)
Pada
tahap ini dapat disebut masa konsolidasi menuju periode masa dewasa dengan
mencapai 5 hal, yaitu:
·
Minat yang makin mantap
terhadap fungsi-fungsi intelek
·
Egonya mencari
kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam
pengalaman-pengalaman baru
·
Terbentuknya identitas
seksual yang tidak akan berubah lagi
·
Egoisentrisme (terlalu
memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara
kepentingan diri sendiri dengan orang lain
·
Tumbuh “dinding” yang
memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the
public). (Sarlito. 2003. 24-25)
Rousseau menghubungkan perkembangan individu dengan
perkembangan peradaban manusia, pertumbuhan dan perkembangan individu dan
keadaan hidup mempunyai suatu proses penyempurnaan dan pematangan diri secara
sendiri-sendiri. Pendapat Rousseau dapat mempengaruhi bidang pendidikan, bahwa
pendidikan haruslah didasarkan pada alam di mana anak didik itu hidup.
TEORI ETHOLOGI
TEORI ETHOLOGI / TEORI IMPRINTING ( KONRAD LORENZ )
Etologi
menekankan landasan biologis, dan evolusioner perkembangan. Penamaan (
imprinting ) dan periode penting ( critical period ) merupakan konsep kunci.
Teori ini di tegakkan berdasarkan penelitian yang cermat terhadap perilaku
binatang dalam keadan nyata. Pendirinya adalah Carl Von Frisch serang pecinta
binatang. Bertahun-tahun ia memelihara berbagai macam binatang dan mengamati
perilakunya. Percobaan yang dilakukan pada sekelompok itik dengan ank-anaknya
adalah yang yang digunakan untuk menyusun teori ini. Ia pisahkan dua kelompok
anak angsa, satu kelompok diasuh induknyadan satu kelompok lagi ia asuh sendiri.
Setelah beberapa bulan kelompok anak angsa yang diasuhnya mengidentifikasi Carl Von Frisch sebagai induknya. Kemanapun
Carl Von Frisch pergi mereka selalu mengikuti. Suatu saat dipertemukan kelompok
asuhnya dengan induk aslinya ternyata kelompok yang diasuh ini menolak induk
aslinya.
Garis
besar teori ini mengatakan pada dasarnya sumber dari semua perilaku social ada
dalam gen. ada instink dalam makhluk untuk mengembangkan perilakunya. Analogi
yang dikemukakan adalah “genes setting the stage, and society writing the
play”. Teori ini memberikan dasar bagi pemahaman periode kritis perkembangan
dan perilaku melekat pada anak segera setelah dilahirkan.
Kepekaan
terhadap jenis pengalaman yang berbeda berubah sepanjang siklus kehidupan.
Adanya atau tidak adanya pengalaman-pengalaman tertentu pada waktu tertentu
selama masa hidup mempengaruhi individu dengan baik di luar waktu
pengalaman-pengalaman itu pertama kali terjadi. Para etologi yakin bahwa
kebanyakan pakar psikologi meremehkan pentingnya kerangka waktu khusus ini pada
awal perkembangan dan peran yang kuat yang dimainkan evolusi dan landasan
biologis dalam perkembangan.
Etologi
lahir sebagai pandangan penting karena pekerjaan para pakar ilmu hewan eropa,
khususnya Konrad Lorenz (1903-1989). Etologi menekankan bahwa perilaku sangat
dipengaruhi oleh biologi terkait dengan evolusi, dan ditandai oleh periode yang
penting atau peka.
Melalui
penelitian yang sebagian besar dilakukan dengan angsa abu-abu, Lorenz (1965)
mempelajari suatu pola perilaku yang dianggap diprogramkan di dalam gen burung.
Seekor anak angsa yang baru ditetaskan tampaknya dilahirkan dengan naluri untuk
mengikuti induknya. Pengamatan memperlihatkan bahwa anak angsa mampu
berperilaku demikian segera setelah ditetaskan. Lorenz membuktikan bahwa tidak
benar anggapan bahwa perilaku semacam itu diprogramkan terhadap binatang.
v Teori
Attachment behavior (John Bowlby – 1969)
Teori ini percaya pada
peranan pengasuh (ibu, nenek, bibi, dll), konsistensi, dan lingkungan. Pengasuh
yang sering bersama anak dapat membaca tanda-tanda / respon anak. Demikian juga
lingkungan yang konsisten akan membuat anak lebih dekat dengan orang-orang dan
situasi yang selalu bersama anak. Diperlukan objek lekat yang memenuhi
kebutuhan psikologis anak.
Bowlby menjelaskan sejumlah
kunci yang menunjukkan kelekatan anak pada orang dewasa :
a.
Seorang anak dilahirkan
dengan predisposisi untuk lekat pada pengasuhnya.
b.
Seorang anak akan dapat
mengatur perilakunya dan menjaga hubungan kelekatan dengan orang yang dekat
dengannya yang merupakan kunci kemampuan bertahan hidupnya secara fisik dan
psikologis.
c.
Perkembangan social
sangat berhubungan dengan perkembangan kognisi. Seorang bayi berusia 6 bulan ke
atas bertemu dg wanita selain ibunya, dia mulai bisa mengenali bahwa dia bukan
ibunya. Seorang bayi mengenali ibunya dengan menunjukkan senyum
d.
Seorang anak akan
memelihara hubungan dengan orang lain jika orang tersebut banyak menunjukkan
fungsinya yang bertanggungjawab pada diri anak itu.
e.
Jika orangtua tidak
mampu menjalankan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan anak, maka anak akan
mengalami hambatan dalam perkembangan emosi dan kemampuan berpikirnya.
f.
Perilaku anak seperti
tersenyum, memanggil, menangis, menggelayut menunjukkan perilaku kelekatan pada
orang yang ada di hati anak.
Gangguan
perlekatan merupakan dampak psikologis dari pengalaman negatif dengan
pengasuhnya, biasanya sejak kecil, yang mengganggu hubungan khusus dan
eksklusif antara anak dan pengasuh utamanya. Tingkah laku bertentangan dan
bermusuhan bisa diakibatkan oleh gangguan perlekatan. Banyak anak-anak yang
mengalami kehilangan pengasuh utamanya akibat terpisah secara psikis dari orang
tuanya atau karena pengasuhnya yang kurang mampu memberikan pengasuhan yang
memadahi. Dipisahkan dari pengasuh utama dapat mengakibatkan masalah serius
dengan merusak perlekatan primer, sekalipun pengasuh kedua cukup mampu.
Gangguan
perlekatan sudah dibahas dalam literatur psikologi dan psikiatri selama kurang
lebih 50 tahun. Kondisi yang menurut Rene Spitz sebagai depresi anaclitic kini
diaggap sebagai gangguan perlekatan. Spitz mengamati anak-anak kecil di panti
asuhan yang diberi makan dan dijaga kebersihannya dan dalam kondisi fisik yang
baik namun tidak mendapat kasih sayang dari pengasuhnya. Hilangnya kehangatan
emosional berdampak pada anak-anak, terutama pada perkembangan emosionalnya dan
pertumbuhan dan kondisi fisiknya. Spitz menyimpulkan bahwa hanya dengan
menyediakan kebutuhan fisik seorang bayi tidak akan mencukupi untuk
perkembangan yang normal.
Tidak
lama kemudian, John Bowlby, seorang psikoanalist tertarik pada perbandingan
anak manusia dengan bayi binatang, menggabungkan penelitian Harlow pada monyet
resus dengan studinya tentang anak-anak yang mengalami ketergantungan pada
ibunya. Dia menyimpulkan bahwa perpisahan pada bulan-bulan awal kehidupan akan
berdampak pada pembentukan psikis pada seorang bayi dan perpisahan dengan figur
orang tua dapat mengakibatkan kecemasan.
Bowlby
sebagai penemu teori perlekatan, membuat laporan untuk WHO menekankan
pentingnya sensitifitas sebagai orang tua dalam perkembangan anak yang adekuat.
Sensitifitas sebagai orang tua yaitu kemampuan orang tua untuk memahami keadaan
pikiran dan emosi pada anaknya dan meresponnya secara positif dan
suportif.Perlekatan mengarah pada serangkaian tingkah laku dan gambaran emosi
yang dapat diamati pada anak. Manusia membutuhkan perlekatan dengan manusia
lain untuk perlembangan psikologis dan emosional untuk dapat bertahan hidup.
Gejala awal dari perlekatan termasuk hubungan yang unik dan eksklusif antara
seorang anak dengan orang tuanya. Orang tua dan anak membentuk hubungan yang
berkesinambungan yang memiliki keistimewaan khusus. Kualitas hubungan ini akan
mewarnai hubungan seseorang selama hidupnya.
Teori
attachment yang diangkat pertama kali oleh John Blowby tahun 1979. Menurut
Bowlby (1982) dalam Mikulincer, Gillath, & Shaver (2002), bayi memiliki
kecenderungan yang kuat untuk menjalin kedekatan dengan caregiver sebagai
manifestasi nyata sistem bawaan sejak lahir, sehingga mampu bertahan hidup dan
kelak mampu bereproduksi. Sistem tersebut berkembang seiring dengan adanya
interaksi individu pada masa bayi dan anak-anak dengan ibu atau caregiver,
sehingga muncullah kecenderungan gaya attachment diantaranya secure, avoidant,
ambivalent, dan disorganized-disoriented (Papalia, Olds,& Feldman, 2007).
Gaya attachment tersebut mempengaruhi hubungan interpersonal individu hingga
akhir hayat (Bowlby, 1979 dalam Sternberg & Barnes, 1988). Menurut
penelitian Shaver & Brennan (1992), terdapat hubungan antara attachment style
dengan hubungan romantis. Individu dengan gaya anxious-ambivalent diasosiasikan
dengan tidak memiliki hubungan dan gaya insecure diasosiasikan dengan
kecenderungan bercerai. Penelitian lain menyimpulkan bahwa gaya secure memiliki
korelasi positif dengan hubungan romantis yang langgeng, sebaliknya dengan gaya
unsecure (Monteoliva & Martinez, 2005). Dalam kaitannya dengan unrequited
love, attachment theory berpandangan bahwa gejala tersebut merupakan hal yang
lazim sebagai manifestasi usaha mempertahankan kelangsungan hidup dan
reproduksi. Individu dengan attachment style tertentu (anxious-ambivalence,
insecure, avoidance) cenderung mengalami unrequited love dibandingkan yang lain
(secure).
Teori
Attachment tersebut memiliki kelemahan dalam menjelaskan bagaimana individu
yang dikatakan secara universal memiliki keinginan untuk memiliki keintiman
dengan orang lain demi kehidupan yang optimal (Ryff & Singer, 2000 dalam
Baron, Byrne,& Branscombe, 2006) dapat berperan sebagai rejector yang
menolak cinta yang ditawarkan oleh would-be lover. Selain itu, attachment
theory juga tidak dapat menjelaskan fakta bahwa seorang would-be lover pada
saat yang sama dapat pula menjadi seorang rejector (Sinclair & Frieze,
2005). Jika would-be lover disebabkan oleh attachment style yang unsecure maka
seharusnya individu yang berperan sebagai would-be lover secara ekstrem akan
terus-menerus mengalami unrequited love.
Unrequited
love sebagai bagian dari romantic love, menimbulkan konflik antara would-be
lover dan rejector serta dapat menimbulkan kerugian baik secara fisik dan
psikologis, oleh karenanya perlu strategi mengatasi gejala tersebut.
Berdasarkan teori interdependence, bagi would-be lover solusi yang ditawarkan
adalah dengan berusaha secara aktif untuk mendapatkan cintanya, bukan hanya
menunggu. Karena dengan berusaha secara aktif, would-be lover akan merasakan
petualangan yang baik bagi well-being, serta memiliki kesempatan untuk
‘‘menang” dalam cinta (Baumeister & Wotman, 1992) . Namun would-be lover
juga harus mempertimbangkan tindakannya, apabila rejector nampak cukup
terganggu, apalagi jika telah menolak, maka sebaiknya would-be lover menerima
kenyataan dan berhenti mengejar rejector, kemudian membuka diri untuk cinta
yang lain yang bersifat mutual romantic love. Sedangkan bagi rejector,
sebaiknya ia memutuskan segera menolak would-be lover jika merasa tidak mungkin
untuk mencintainya, karena dengan kejelasan sikap tersebut, meskipun would-be
lover merasa tersakiti, ia akan menyadari bahwa tindakannya membuat rejector
merasa terganggu sehingga memutuskan untuk berhenti, selain itu would-be lover
dapat segera mengobati rasa sakitnya dan melanjutkan hidup serta menemukan
cinta sejati (companionate love). Hal tersebut jauh lebih baik dibandingkan
membiarkan would-be lover merasa terombang-ambing dalam ketidakjelasan dan
harapan semu.
Pada
dasarnya gejala unrequited love merupakan gejala yang pernah dirasakan oleh
hampir semua orang. Menurut teori interdependence, faktor lingkungan dan
situasi tertentu adalah penyebab seseorang mengalami unrequited love. Berbeda
halnya dengan pandangan teori attachment yang beranggapan bahwa individu telah
memiliki kecenderungan untuk menjadi woud-be lover. Pada kenyataannya, teori
interdependence lebih relevan dalam menjelaskan gejala unrequited love,
terbukti seorang would-be lover tidak selamanya menjadi would-be lover
melainkan pada waktu yang sama dapat pula berperan sebagai rejector.
TEORI PSIKOANALISA FREUD
Psikoanalisis
adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya,
sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Sigmund Freud sendiri
dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada
tanggal 23 September 1939. Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya
dipergunakan dalam hubungan dengan Freud saja, sehingga
"psikoanalisis" dan "psikoanalisis" Freud sama artinya.
Bila beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan
menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis
dan memilih suatu nama baru untuk menunjukan ajaran mereka. Contoh yang
terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama
"psikologi analitis" (en: Analitycal psychology) dan "psikologi
individual" (en: Individual psychology) bagi ajaran masing-masingPsikoanalisis
memiliki tiga penerapan: 1) suatu metoda penelitian dari pikiran; 2) suatu ilmu
pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia; dan 3) suatu metoda perlakuan
terhadap penyakit psikologis atau emosional. Dalam cakupan yang luas dari
psikoanalisis ada setidaknya 20 orientasi teoretis yang mendasari teori tentang
pemahaman aktivitas mental manusia dan perkembangan manusia. Berbagai
pendekatan dalam perlakuan yang disebut "psikoanalitis" berbeda-beda
sebagaimana berbagai teori yang juga beragam. Psikoanalisis Freudian, baik
teori maupun terapi berdasarkan ide-ide Freud telah menjadi basis bagi
terapi-terapi moderen dan menjadi salah satu aliran terbesar dalam psikologi. Sebagai
tambahan, istilah psikoanalisis juga merujuk pada metoda penelitian terhadap
perkembangan anak.
Menurut
freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar
(en:conscious), prasadar (en:preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Aliran
psikoanalisis Freud merujuk pada suatu jenis perlakuan dimana orang yang dianalisis
mengungkapkan pemikiran secara verbal, termasuk asosiasi bebas, khayalan, dan
mimpi, yang menjadi sumber bagi seorang penganalisis merumuskan konflik tidak
sadar yang menyebabkan gejala yang dirasakan dan permasalahan karakter pada
pasien, kemudian menginterpretasikannya bagi pasien untuk menghasilkan
pemahaman diri untuk pemecahan masalahnya.
Intervensi
khusus dari seorang penganalisis biasanya mencakup mengkonfrontasikan dan
mengklarifikasi mekanisme pertahanan, harapan, dan perasaan bersalah. Melalui
analisis konflik, termasuk yang berkontribusi terhadap daya tahan psikis dan
yang melibatkan tranferens kedalam reaksi yang menyimpang, perlakuan
psikoanalisis dapat mengklarifikasi bagaimana pasien secara tidak sadar menjadi
musuh yang paling jahat bagi dirinya sendiri: bagaimana reaksi tidak sadar yang
bersifat simbolis dan telah distimulasi oleh pengalaman kemudian menyebabkan
timbulnya gejala yang tidak dikehendaki. Terapi dihentikan atau dianggap
selesai saat pasien mengerti akan kenyataan yang sesungguhnya, alasan mengapa
mereka melakukan perilaku abnormal, dan menyadari bahwa perilaku tersebut tidak
seharusnya mereka lakukan, lalu mereka sadar untuk menghentikan perilaku
itu.[6]
PSIKOANALISA FREUD
Teori Freud
mengenai dapat diikhtisar dalam rangka struktur, dinamika dan perkembngan
kepribadian.
1. Struktur
Kepribadian
Menurut Freud
kepribadian terdiri atas 3 sistem atau aspek, yaitu:
v Das
es (id), yaitu aspek biologis
v Dan
ich (ego), yaitu aspek psikologis
v Das
ueber ich (super eego), yaitu aspek sosiologis
Kendatipun
ketiga aspek itu masing - masing mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip
kerja, dinamika sendiri sendiri, namun ketiganya beerhubungan dengan rapat
sehingga sukar (tidak mungkin) untuk memisah - misahkan pengaruhnya terhadap
tingkah laku manusia; tingkah laku selalu merupakan hasil dari ketiga aspek
itu.
a. Das
es
Das es atau dalam bahasa inggris
the id disebut juga oleh Freud system der unbewussten. Aspek ini adalah aspek
biologis dan merupakan sistem yang original di dalam kepribadian; dari aspek
inilah kedua aspek yang lain tumbuh. Freud menyebutnya juga realitas psikis
yang sebenar - benarnya (the true psychic reality), oleh karena itu das es
merupakan dunia batin atau subjektif manusia, dan tidak mempunyai hubungan
langsung dengan dunia objektif.
b. Das
ich
Das ich atau dalam bahasa inggris
the ego disebut juga system der bewussten-vorbewussten. Aspek ini adalah aspek
psikologis dari kepribadian dan timbul karena kebutuhan organisme untuk
berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan (realitat). Perbedaan yang pokok
antara das es dan das ich, yaitu kalau das es itu hanya mengenal dunia
subjektif (dunia batin) maka das ich dapat membedakan sesuatu yang hanya
didalam batin dan sesuatu yang ada didunia luar (dunia objektif, dunia
realitas).
c. Das
ueber ich
Das ueber ich adalah aspek
sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai - nilai tradisional serta
cita cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak anaknya,
yang diajarkan dengan berbagai perintah dan larangan. Das ueber ich lebih
merupakan kesempurnaan daripada kesenangan; karena itu das ueber ich dapat pula
dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Fungsinya yang pokok ialah menentukan
apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, susila atau tidak dan
demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat.
2. Dinamika
Kepribadian
Freud sangat terpengaruhi
oleh filsafat determinisme dan positivisme abad XIX dan menganggap organisme
manusia sebagai suatu kompleks sistem energi, yang meemperoleh energinya dari
makanan serta mempergunakannya untuk bermacam - macam hal: sirkulasi,
pernafasan, gerakan otot otot, mengamati, mengingat, berfikir, dan sebagainya.
Sebagaimana ahli - ahli ilmu alam abad XIX yang mendefinisikan energi
berdasarkan lapangn kerjanya, maka Freud menamakan energi dalam bidang psike
ini energi psikis (psychic energy). Menurut hukum penyimpanan tenaga
(concervation of energy) maka energi dapat berpindah dari satu tempat ke tempat
lain, tetapi tidak dapt hilang. Berdasar pada pemikiran itu Freud berpendapat,
bahwa energi psikis dapat dipindahkan ke energi fisiologis dan sebaliknya. Jembatan
antara energi tubuh dengan kepribadian ialah das es dengan instink – intinknya.
3. Perkembangan
Kepribadian
Freud umumnya dipandang
sebagai ahlli yang pertama – tama mengutamakan aspek perkembangan (genetis)
daripada kepribadian dan terutama yang menekankan peranan yang menentukan
daripada tahun – tahun permulaan masa kanak – kanak dalam meletakan dasar –
dasar struktur kepribadian. Freud berpendapat bahwa pada dasarnya kepribadian
telah terbentuk pada akhir tahun kelima, dan perkembangan selanjutnya sebagian
besar hanya merupakan penghalusan terhadap struktur dasar itu. Kesimpulan yang
demikian itu diambilnya atas dasar – dasar pengalamannya dalam melakukan
psikoanalisis. Penyelidikan dalam hal ini selalu menjurus ke arah masa kanak –
kanak, yaitu masa yang mempunyai peran menentukan dalam hal timbulnya neurosis
pada tahun – tahun yang lebih kemudian. Freud beranggapan bahwa kanak – kanak
adalah ayahnya manusia (The Child Is the Father of Man). Dalam menyelidiki masa
kanak – kanak ini Freud tidak langsung menyelidiki kanak – kanak, akan tetapi
membuat rekonstruksi atas dasar ingatan orang dewasa mengenai masa kanak –
kanaknya.
TEORI PSIKOSOSIAL ERIKSON
Erikson
mengembangkan dua filosofi dasar berkenaan dengan perkembangan, yaitu:
v Dunia
bertambah besar seiring dengan diri kita
v Kegagalan
bersifat kumulatif
Kedua
dasar filosofi inilah yang membentuk teorinya yang terkenal itu. Ia hendak
mengatakan bahwa dunia semakin besar seiring dengan perkembangan karena
kapasitas persepsi dan kognisi manusia juga mengalami perubahan. Di sisi lain,
dalam pengertian Erikson, kegagalan yang terjadi pada sebuah stage perkembangan
akan menghambat sebuah proses perkembangan ke stage berikutnya. Kegagalan ini
tidak lantas hilang dengan sendirinya, bahkan terakumulasi dalam stage
perkembangan berikutnya.
Dari
penelitiannya, Erikson yang penganut Freudian (karena menggunakan konsep ego)
ini melihat bahwa jalur perkembangan merupakan interaksi antara tubuh
(pemrograman biologi genetika), pikiran (aspek psikologis), dan pengaruh budaya.
Erikson sang
penemu teori mengelompokkan tahapan kehidupan ke dalam 8 stage yang merentang
sejak kelahiran hingga kematian.
TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET
Jean
Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat
membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget,
terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu
pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi).
Kecenderungan
organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk
mengintegasi proses-proses sendiri menjadi system - sistem yang koheren.
Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk
memyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial.
Piaget
yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan
akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke
dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi
ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
v Prinsip
Dasar Teori Piaget
Jean Piaget dikenal dengan teori
perkembangan intelektual yg menyeluruh, yg mencerminkan adanya kekuatan antara
fungsi biologi & psikologis ( perkembangan jiwa). Piaget menerangkan
inteligensi itu sendiri sebagai adaptasi biologi terhadap lingkungan. Contoh :
manusia tidak mempunyai mantel berbulu lembut untuk melindunginya dari dingin;
manusia tidak mempunyai kecepatan untuk lari dari hewan pemangsa; manusia juga
tidak mempunyai keahlian dalam memanjat pohon. Tapi manusia memiliki kepandaian
untuk memproduksi pakaian & kendaraan untuk transportasi.
v Faktor
yang Berpengaruh dalam Perkembangan Kognitif, yaitu :
·
Fisik
Interaksi
antara individu dan dunia luat merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak
dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika
intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
·
Kematangan
Kematangan
sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat
secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk
perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi
secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan
tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
·
Pengaruh social
Lingkungan
sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau
menghambat perkembangan struktur kognitif
·
Proses pengaturan diri
yang disebut ekuilibrasi
Proses
pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari individu
dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan
jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan
tersusun baik.
v Aspek
Inteligensi
Menurut Piaget, inteligensi dapat
dilihat dari 3 perspektif berbeda :
a.
Struktur Disebut juga
scheme (skemata/Schemas). Struktur & organisasi terdapat di lingkungan,
tapi pikiran manusia lebih dari meniru struktur realita eksternal secara pasif.
Interaksi pikiran manusia dengan dunia luar, mencocokkan dunia ke dalam “mental
framework”-nya sendiri. Struktur kognitif merupakan mental framework yg
dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari lingkungan &
menginterpretasikannya, mereorganisasikannya serta mentransformasikannya (Flavell,
Miller & Miller) 2 hal penting yg harus diingat tentang membangun struktur
kognitif :
v seseorang
terlibat secara aktif dalam membangun proses.
v lingkungan
dimana seseorang berinteraksi penting untuk perkembanga struktural.
b.
Isi Disebut juga
content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu
masalah. Merupakan materi kasar, karena Piaget kurang tertarik pada apa yg
anak-anak ketahui, tapi lebih tertarik dengan apa yang mendasari proses
berpikir. Piaget melihat “isi” kurang penting dibanding dengan struktur &
fungsinya, Bila isi adalah “apa” dari inteligensi, sedangkan “bagaimana” &
“mengapa” ditentukan oleh kognitif atau intelektual.
c.
Fungsi Disebut
fungtion, yaitu suatu proses dimana struktur kognitif dibangun. Semua organisme
hidup yg berinteraksi dengan lingkungan mempunyai fungsi melalui proses
organisasi & adaptasi. Organisasi: cenderung untuk mengintegrasi diri &
dunia ke dalam suatu bentuk dari bagian-bagian menjadi satu kesatuan yg penuh
arti, sebagai suatu cara untuk mengurangi kompleksitas.
v Adaptasi
terhadap lingkungan terjadi dalam 2 cara :
Ø organisme
memanipulasi dunia luar dengan cara membuatnya menjadi serupa dengan dirinya.
Proses ini disebut dengan asimilasi. Asimilasi mengambil sesuatu dari dunia
luar & mencocokkannya ke dalam struktur yg sudah ada. contoh: manusia
mengasimilasi makanan dengan membuatnya ke dalam komponen nutrisi, makanan yg
mereka makan menjadi bagian dari diri mereka.
Ø organisme
memodifikasi dirinya sehingga menjadi lebih menyukai lingkungannya. Proses ini
disebut akomodasi. Ketika seseorang mengakomodasi sesuatu, mereka mengubah diri
mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan eksternal. contoh: tubuh tidak hanya
mengasimilasi makanan tapi juga mengakomodasikannya dengan mensekresi cairan
lambung untuk menghancurkannya & kontraksi lambung mencernanya secara
involunter.
Melalui
kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan
berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses
penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai
keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya
dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan
seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian
di atas.
TEORI PERKEMBANGAN PIAGET
Jean Piaget, merancang
model yang mendeskripsikan bagaimana manusia memahami dunianya dengan
mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi. Menurut Piaget seperti yang
dikutip Woolfolk (2009) perkembangan kognitif dipengaruhi oleh maturasi (kematangan), aktivitas dan
transmisi sosial. Maturasi atau kematangan berkaitan dengan perubahan biologis
yang terprogram secara genetik. Aktivitas berkaitan dengan kemampuan untuk
menangani lingkungan dan belajar darinya. Transmisi sosial berkaitan dengan
interaksi dengan orang-orang di sekitar dan belajar darinya.
v Tahap
– tahap Perkembangan
Piaget membagi
perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan
semakin canggih seiring pertambahan usia :
Ø Periode
sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Ø Periode
praoperasional (usia 2–7 tahun)
Ø Periode
operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Ø Periode
operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
1.
Periode sensorimotor
Menurut
Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks
bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat
periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan
dan pemahaman spatial / persepsi penting dalam enam sub-tahapan :
a. Sub-tahapan
skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan
terutama dengan reflex.
b. Sub-tahapan
fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan
berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
c. Sub-tahapan
fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan
dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
d. Sub-tahapan
koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas
bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang
permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda
(permanensi objek).
e. Sub-tahapan
fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas
bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai
tujuan.
f. Sub-tahapan
awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
2.
Tahapan praoperasional
Tahapan
ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis
yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)
Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental
terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang
dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan
dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih
bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang
lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan
semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut
Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul
antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan
keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan
kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif
bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu,
mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut
berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari
orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami
perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat
imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun
memiliki perasaan.
3.
Tahapan operasional
konkrit
Tahapan
ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai
duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang me madai. Proses-proses
penting selama tahapan operasional konkrit adalah :
Ø Pengurutan—kemampuan
untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya,
bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang
paling besar ke yang paling kecil.
Ø Klasifikasi—kemampuan
untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya,
ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian
benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak
tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua
benda hidup dan berperasaan)
Ø Decentering—anak
mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa
memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar
tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Ø Reversibility—anak
mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke
keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama
dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Ø Konservasi—memahami
bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan
dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai
contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka
akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di
gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Ø Penghilangan
sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang
lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai
contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam
kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke
dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi
konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di
dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam
laci oleh Ujang.
4.
Tahapan operasional
formal
Tahap
operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas)
dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya
kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik
kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat
memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala
sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di
antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat
terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa
secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan
perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan
sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai
seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
v Informasi
umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
·
Walau tahapan-tahapan
itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada
ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
·
Universal (tidak
terkait budaya)
·
Bisa digeneralisasi :
representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga
pada semua konsep dan isi pengetahuan
·
Tahapan-tahapan
tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
·
Urutan tahapan bersifat
hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi
lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
·
Tahapan
merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya
perbedaan kuantitatif
v Pembelajaran
dilakukan dengan memusatkan perhatian kepada :
Ø berfikir
atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya dan mengutamakan peran
siswa dalam kegiatan pembelajaran serta memaklumi adanya perbedaan individu
dalam kemajuan perkembangan yang dapat dipegaruhi oleh perkembangan intelektual
anak.
Ø Teori
dasar perkembangan kognitif dari Jean Piaget mewajibkan guru agar pembelajaran
diisi dengan kegiatan interaksi inderawi antara siswa dengan benda-benda dan
fenomema konkrit yang ada di lingkungan serta dimaksudkan untuk
menumbuh-kembangkan kemampuan berpikir, antara lain kemampuan berpikir
konservasi.
Ø Piaget
memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui oleh semua
individu tanpa memandang latar konteks sosial
dan budaya , yang mendalami bagaimana anak berpikir dan berproses yang
berkaitan dengan perkembangan intelektual.
Ø Menurut
Peaget, siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan
informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri.
Ø Pengetahuan
tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa
menghadapi pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan
memodivikasi pengetahuan awal mereka.
Ø Piaget
menjelaskan bahwa anak kecil memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus
–menerus berusaha memahami dunia sekitarnya. Rasa ingin tahu ini menurut
Piaget, memotivasi mereka untuk aktif membangun pemahaman mereka tentang
lingkungan yang mereka hayati. PBI dikembangkan berdasarkan kepada teori Piaget
ini.
Ø Kebanyakan
ahli psikologi sepenuhnya menerima prinsip-prinsip umum Piaget bahwa pemikiran
anak-anak pada dasarnya berbeda dengan pemikiran orang dewasa, dan jenis logika
anak-anak itu berubah seiring dengan bertambahnya usia. Namun, ada juga
peneliti yang meributkan detail-detail penemuan Piaget, terutama mengenai usia
ketika anak mampu menyelesaikan tugas-tugas spesifik
TEORI
PERKEMBANGAN MORAL KOHLBER
Tahapan
perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang
berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh
Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di
University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil
kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral.
Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa yang
sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.
Teori
ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku
etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia
mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula
diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui
tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan
menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan
keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada dialog
yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
Kohlberg
menggunakan ceritera-ceritera tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia
tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan
mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama. Kohlberg kemudian
mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam
tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan:
pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Teorinya didasarkan
pada tahapan perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi
tanggapan yang lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding
tahap/tingkat sebelumnya.
Keenam
tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam tiga
tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Mengikuti
persyaratan yang dikemukakan Piaget untuk suatu Teori perkembangan kognitif,
adalah sangat jarang terjadi kemunduran dalam tahapan-tahapan ini. Walaupun
demikian, tidak ada suatu fungsi yang berada dalam tahapan tertinggi sepanjang
waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk melompati suatu tahapan; setiap tahap
memiliki perspektif yang baru dan diperlukan, dan lebih komprehensif, beragam,
dan terintegrasi dibanding tahap sebelumnya.
Tingkat 1
(Pra-Konvensional)
1. Orientasi
kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi
minat pribadi ( Apa untungnya buat saya?)
Tingkat 2
(Konvensional)
3. Orientasi
keserasian interpersonal dan konformitas ( Sikap anak baik)
4. Orientasi
otoritas dan pemeliharaan aturan social ( Moralitas hukum dan aturan)
Tingkat 3
(Pasca-Konvensional)
5. Orientasi
kontrak social
6. Prinsip
etika universal ( Principled conscience)
v Pra-Konvensional
Tingkat
pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun
orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang
berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan
berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua
tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk
egosentris.
Dalam tahap pertama,
individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan
mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah
secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman
diberikan dianggap semakin salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia tidak tahu
bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini
bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme.
Tahap dua menempati
posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa
yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada
kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh
terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk
juga punggungmu”. Dalam tahap dua perhatian kepada oranglain tidak didasari
oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif
tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak
sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan
diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai
sesuatu yang bersifat relatif secara moral.
v Konvensional
Tingkat konvensional
umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai
moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan
harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat
dalam perkembangan moral.
Dalam tahap tiga,
seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau menerima
persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut
merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka
mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut, karena telah
mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap tiga menilai
moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk
hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa
terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas ada
hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini. Maksud dari suatu
tindakan memainkan peran yang lebih signifikan dalam penalaran di tahap ini;
'mereka bermaksud baik…'.
Dalam tahap empat,
adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena
berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap
empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam
tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme
utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus
fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga
akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan
aturan. Bila seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral, sehingga
celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang
buruk dari yang baik.
v Pasca-Konvensional
Tingkatan pasca
konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima
dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah
entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas. Perspektif
seseorang harus dilihat sebelum perspektif masyarakat. Akibat ‘hakekat diri
mendahului orang lain’ ini membuat tingkatan pasca-konvensional sering tertukar
dengan perilaku pra-konvensional.
Dalam tahap lima,
individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai
yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa
memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan
pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan
yang pasti benar atau absolut - 'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang
lain tidak'? Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan
bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan
sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk
sebanyak-banyaknya orang. Hal tersebut diperoleh melalui keputusan mayoritas,
dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan yang demokratis tampak berlandaskan
pada penalaran tahap lima.
Dalam tahap enam,
penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika
universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap
keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil.
Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral
deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan
bukannya secara hipotetis secara kondisional (lihat imperatif kategoris dari
Immanuel Kant). Hal ini bisa dilakukan dengan membayangkan apa yang akan
dilakukan seseorang saat menjadi orang lain, yang juga memikirkan apa yang
dilakukan bila berpikiran sama (lihat veil of ignorance dari John Rawls).
Tindakan yang diambil adalah hasil konsensus. Dengan cara ini, tindakan tidak
pernah menjadi cara tapi selalu menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal
itu benar, dan bukan karena ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau
sudah disetujui sebelumnya. Walau Kohlberg yakin bahwa tahapan ini ada, ia
merasa kesulitan untuk menemukan seseorang yang menggunakannya secara
konsisten. Tampaknya orang sukar, kalaupun ada, yang bisa mencapai tahap enam
dari model Kohlberg ini.
v Contoh
dilema moral yang digunakan
Kohlberg menyusun
Wawancara Keputusan Moral dalam disertasi aslinya di tahun 1958. Selama kurang
lebih 45 menit dalam wawancara semi-terstruktur yang direkam, pewawancara
menggunakan dilema-dilema moral untuk menentukan penalaran moral tahapan mana
yang digunakan partisipan. Dilemanya berupa ceritera fiksi pendek yang
menggambarkan situasi yang mengharuskan seseorang membuat keputusan moral.
Partisipan tersebut diberi serangkaian pertanyaan terbuka yang sistematis,
seperti apa yang mereka pikir tentang tindakan yang seharusnya dilakukan, juga
justifikasi seperti mengapa tindakan tertentu dianggap benar atau salah. Pemberian
skor dilakukan terhadap bentuk dan struktur dari jawaban-jawaban tersebut dan
bukan pada isinya; melalui serangkaian dilema moral diperoleh skor secara
keseluruhan.
TEORI KOHLBERG
Teori
Piaget kemudian menjadi inspirasi bagi Kohlberg. Hal yang menjadi kajian Kohlberg adalah
tertumpu pada argumentasi anak dan perkembangan argumentasi itu sendiri.
Melalui penelitian yang dilakukannya selama 14 tahun, Kohlberg kemudian mampu
mengidentifikasi 6 (enam) tahap dalam moral reasoning yang kemudian dibagi dalam
tiga taraf.
1. Taraf
Pra-Konvensional
Pada taraf ini anak
telah memiliki sifat responsif terhadap peraturan dan cap baik dan buruk, hanya
cap tersebut ditafsirkan secara fisis dan hedonistis (berdasarkan dengan enak
dan tidak enak, suka dan tidak suka) kalau jahat dihukum kalau baik diberi
hadiah. Anak pada usia ini juga
menafsirkan baik buruk dari segi kekuasaan dari asal peraturan itu diberi,
orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya.
Pada taraf ini terdiri dari dua tahpan yaitu :
·
Punishment and obedience
orientation. Akibat-akibat fisik dari
tindakan menentukan baik buruknya tindakan tersebut menghindari hukuman dan
taat secara buta pada yang berkuasa diangga bernilai pada dirinya sendiri.
·
Instrument-relativist
orientation. Akibat dalam tahap ini beranggapan
bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang dapat menjadi alat untuk
memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang
lain. Hubungan antar manusia dianggap
sebagai hubungan jual beli di pasar.
Engkau menjual saya membeli, saya menyenangkan kamu, maka kamu mesti
menyenangkan saya.
2. Conventional
Level ( taraf Konvensional)
Pada taraf ini
mengusahakan terwujudnya harapan-harapan keluarga atau bangsa bernilai pada
dirinya sendiri. Anak tidak hanya mau
berkompromi , tapi setia kepadanya, berusaha mewujudkan secara aktif,
menunjukkan ketertiban dan berusaha mewujudkan secara aktif, menunjang
ketertiban dan berusaha mengidentifikasi diri mereka yang mengusahakan
ketertiban social. Dua tahap dalam taraf
ini adalah :
·
Tahap interpersonal
corcodance atau “good boy-nice girl” orientation. Tingkah laku yang lebih baik adalah tingkah
laku yang membuat senang orang lain atau yang menolong orang lain dan yang
mendapat persetujuan mereka. Supaya diterima dan disetujui orang lain
seseorang harus berlaku “manis”. Orang
berusaha membuat dirinya wajar seperti
pada umumnya orang lain bertingkah laku.
Intensi tingkah laku walaupun kadang-kadang berbeda dari pelaksanaanya
sudah diperhitungkan, misalnya orang-orang yang mencuri buat anaknya yang
hampir mati dianggap berintensi baik.
·
Tahap law and
order, orientation. Otoritas peraturan-peraturan yang sudah
ditetapkan dan pemeliharaan ketertiban social dijunjung tinggi dalam tahap ini. Tingkah laku disebut benar, bila orang
melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan memelihara ketertiban social.
3. Postoonventional
Level ( taraf sesudah konvensional)
Pada taraf ini seorang
individu berusaha mendapatkan perumusan nilai-nilai moral dan berusaha
merumuskan prinsip-prinsip yang sah (valid) dan yang dapat diterapkan entah
prinsip itu berasal dari otoritas orang atau kelompok yang mana. Tahapannya adalah :
·
Social contract
orientation. Dalam tahap ini orang
mengartikan benar-salahnya suatu tindakan atas hak-hak individu dsan norma-norma yang sudah teruji di masyarakat. Disadari bahwa nilai-nilai yang bersiat
relative, maka perlu ada usaha untuk mencapai suatu consensus bersama.
·
The universal ethical
principle orientation. Benar salahnya
tindakan ditentukan oleh keputusan suara nurani hati. Sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dianut
oleh orang yang bersangkutan, prinsip prinsip etis itu bersifat avstrak. Pada intinya prinsip etis itu adalah prinsip
keadilan, kesamaan hak, hak asasi, hormat pada harkat( nilai) manusia sebagai
pribadi.
Dalam proses
perkembangan moral reasoning dengan enam tahapannya seperti itu berlakulan
dalil berikut :
Perkembangan
moral terjadi secara berurutan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Dalam
perkembangan moral orang tidak memahami cara berfikir dari tahap yang lebih
dari dua tahap diatasnya.
Dalam
perkembangan moral, seseorang secara kognitif tertari pada cara berfikir dari
satu tahap diatas tahapnya sendiri. Anak
dari 2 tahap 2 merasa tertarik kepada tahap 3.
berdasarkan inilah kohlber percaya bahwa moral reasoning dapat dan
mungkin diperkembangkan.
Dalam
perkembangan moral, perkembangan hanya akan terjadi apabila diciptakan suatu
diequilibrium kognitif pada diri si anak didik.
Sesorang yang sudah mapan dalam satu tahap tertentu harus diusik secara
kognitif sehinga ia terangsang untuk memikirkan kembali prinsip yang sudah
dipegangnya. Kalau ia tetap tentram dan
tetap dalam tahapannya sendiri, maka tidak mungkin ada perkembangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar